Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Kamus

Model Stock-to-Flow
shareIcon

Model Stock-to-Flow

2012  dilihat·Waktu baca: 3 menit
shareIcon
Model Stock-to-Flow

Stock-to-flow adalah salah satu model analisis yang lazim digunakan oleh pelaku pasar komoditas, seperti emas dan logam lainnya, untuk memprediksi harganya di masa depan. Perhitungan stock-to-flow sendiri mengacu pada jumlah komoditas beredar (stock) yang dibandingkan dengan jumlah produksinya (flow) dalam satu jangka waktu tertentu.

Namun, kini penggunaan model stock-to-flow telah merambah ke pasar aset kripto. Di mana, analisis ini lazim digunakan untuk meramal harga Bitcoin ke depannya. Dalam memprediksi harga Bitcoin, analis tidak hanya memperhitungkan jumlah aset beredar dan angka produksinya. Namun, juga memperhatikan fenomena halving.

Adapun halving adalah sebuah kondisi di mana penambang Bitcoin akan menerima penurunan imbal hasil (block reward) sebesar 50% dalam jangka empat tahun sekali. Kondisi ini akan menurunkan pasokan Bitcoin dan membuat raja aset kripto tersebut kian langka di pasaran.

Baca juga: Takut Kekayaan Tergerus Waktu? Ini 4 Diversifikasi Portofolio yang Paling Cocok Untukmu!

Stock-to-Flow Model Adalah Metode Prediksi Harga Bitcoin

Analisis prediksi harga Bitcoin menggunakan model stock-to-flow pertama kali diperkenalkan oleh investor institusi asal Belanda dengan moniker Plan B. Ia menggunakan model ini pada 2019 berbekal latar belakang ilmu pengetahuannya di bidang keuangan.

Ia berasumsi bahwa harga Bitcoin ke depan akan sangat dipengaruhi dengan kelangkaan suplainya di jagat maya. Apalagi, suplai Bitcoin pun sudah diketahui publik, yakni sebanyak 21 juta keping yang sedianya akan selesai ditambang pada 2140 mendatang. Selain itu, publik juga sudah mengetahui bahwa fenomena halving akan terjadi setelah 210 ribu Bitcoin selesai ditambang, atau setiap empat tahun sekali.

Plan B pun kemudian melakukan analisis regresi data historis harga Bitcoin beserta dua informasi di atas. Hasilnya, ia menemukan korelasi yang positif antara harga Bitcoin dan model stock-to-flow tersebut. Bahkan, ia juga menyebut bahwa korelasi keduanya bukan bersifat kebetulan dan bisa dijelaskan secara statistik.

Untuk mendukung teorinya, ia kemudian melakukan analisis serupa untuk komoditas emas dan perak. Hasilnya, ketiga aset tersebut memiliki pola pergerakan harga yang serupa lantaran seluruh pasokan aset yang dimaksud sangat terbatas di dunia ini.

Stock-to-Flow Model Adalah Analisis yang Mulai Diadopsi

Di dalam analisis awalnya, Plan B mengatakan bahwa harga Bitcoin akan menyentuh kapitalisasi pasar sebesar US$1 triliun dengan harga US$55.000 per keping pada Mei 2020. Adapun prediksinya terbukti lebih dari setengah bulan kemudian, yakni di Februari 2021.

Ia juga pernah memprediksi bahwa nilai kapitalisasi pasar tersebut akan berasal dari negara-negara yang memiliki suku bunga rendah. Selain itu, ia juga meramal miliarder dunia akan membanjiri pasar Bitcoin untuk melindungi nilai kekayaannya dari penurunan nilai dolar AS akibat kebijakan quantitative easing.

Kemudian, di kesempatan yang sama, Plan B bahkan sudah meramal bahwa investor institusi akan berebut ceruk pasar Bitcoin lantaran memiliki performa baik. Hal ini pun terbukti sepanjang 2021 ini.

Alhasil, kini analis mulai mengadopsi model ini untuk memprediksi harga Bitcoin ke depan. Jika metode ini benar, maka harga Bitcoin bisa menyentuh US$100.000 di 2021, US$1 juta di 2025, dan US$10 juta di 2029.

Baca juga: Apa Itu Asset Valuation?

Kritikan Terhadap Stock-to-Flow Model

Meski demikian, model stock-to-flow adalah analisis yang tetap mengundang kritikan. Salah satunya berasal dari Chief Investment Officer Strix Leviathan, Nico Cordeiro.

Di dalam opininya di Coindesk, ia menilai bahwa metode perhitungan kapitalisasi pasar menggunakan suplai baru sebuah aset tidak pernah dibuktikan di dalam riset-riset sebelumnya. Bahkan, menurut analisisnya, tidak ada satu pun keterkaitan antara harga emas dan model stock-to-flow dalam 115 tahun terakhir.

Selain itu, ia juga menilai bahwa model stock-to-flow akan menciptakan prediksi yang agak mencurigakan. Pasalnya, harga Bitcoin malah diprediksi bisa mencapai US$45 juta per keping pada 2045 jika menggunakan analisis tersebut.

“Analisis mengenai model stock-to-flow adalah alat untuk memperdaya masyarakat bahwa Bitcoin akan bernilai tinggi di masa depan. Bukan berdasarkan analisis empiris yang tepat,” ujar dia.

Baca juga: Apa Itu Business Model?

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!

Sumber: Plan B, Coindesk

Ditulis oleh
channel logo

Galih Gumelar

Right baner

Galih Gumelar

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Price-to-Book Value (PBV)

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1