Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Kamus

Price to Earning Ratio
shareIcon

Price to Earning Ratio

0  dilihat·Waktu baca: 5 menit
shareIcon
Price to Earning Ratio

Price to Earning Ratio adalah indikator yang biasa digunakan investor untuk melakukan valuasi saham. Namun, apa sebenarnya manfaatnya rasio ini bagi investor?

Apa Itu Price to Earning Ratio?

Rasio P/E (Price to Earning Ratio) adalah salah satu metode valuasi saham atau memperkirakan nilai suatu saham. Angka ini didapatkan dengan memperbandingkan harga sahamnya saat ini dengan nilai laba per sahamnya.

Rasio ini bisa menggambarkan valuasi yang terjadi di masa lalu atau bisa juga dimanfaatkan untuk melihat prospek valuasi saham satu perusahaan di masa depan. Sehingga, investor bisa menggunakan rasio ini untuk mengetahui perkembangan valuasi saham satu perusahaan sejauh ini sekaligus menakar prospek bisnisnya di masa depan.

Nantinya, investor bisa menggunakan valuasi saham dari rasio ini untuk menyeleksi saham andalannya.

Baca Juga: Solvency Ratio

Apa Manfaat Mengetahui Price to Earning Ratio?

Secara umum, rasio ini merupakan salah satu metode perhitungan yang paling populer digunakan oleh investor dan analis dalam mengevaluasi nilai sebuah perusahaan. Bahkan, sering kali rasio Price to Earning digunakan investor sebagai faktor pertimbangan saat membeli saham dari perusahaan yang berbeda, terutama dalam industri yang serupa.

Nah, berdasarkan dua manfaat tersebut, investor bisa memanfaatkan rasio tersebut dengan dua cara: Membandingkannya dengan data historis saham si perusahaan atau membandingkannya dengan rasio Price to Earning perusahaan lain yang bergerak di sektor serupa.

Jika rasio P/E suatu perusahaan terlihat meningkat antar waktu, maka ada kemungkinan harga sahamnya terlihat semakin "mahal" antar periode.

Semakin "mahal" harga saham satu perusahaan, maka harganya dianggap "terlampau tinggi" (overvalaued) oleh pelaku pasar. Implikasinya, karena saham perusahaan tersebut dianggap "kemahalan", maka investor pun wajar-wajar saja berharap mendapatkan return yang tinggi di masa depan dengan berinvestasi di saham tersebut.

Sementara itu, jika rasio P/E perusahaan A lebih tinggi dari rasio serupa milik perusahaan lain di satu sektor yang sama, maka artinya harga saham perusahaan A dianggap lebih "mahal" dibanding "kawan-kawannya".

Begitu pun sebaliknya. Nilai saham perusahaan A akan dianggap lebih "murah" daripada sektoralnya jika rasio P/E yang dimilikinya lebih rendah dari perusahaan lain yang bergerak di sektor yang sama. Nah, dalam hal ini, investor biasanya mengincar saham-saham yang bervaluasi "murah" karena dianggap lebih layak dan pantas untuk dikoleksi dibanding saham-saham "mahal".

Dengan demikian, rasio ini merupakan pintu gerbang bagi investor untuk menyeleksi saham jagoannya. Investor bisa menimbang layak atau tidaknya berinvestasi di satu saham tertentu menggunakan rasio satu ini.

Baca juga: Sharpe Ratio

Cara Menghitung Price to Earning Ratio Beserta Contohnya

Untuk menghitung Price to Earning Ratio, Sobat Cuan hanya perlu menggunakan rumus berikut ini:

Rasio P/E = Harga Saham : Laba Per Saham (EPS)

Dalam hal ini, kamu bisa mengetahui nilai laba per saham si perusahaan dari laporan keuangan yang mereka terbitkan setiap triwulan. Namun, jika kamu kurang yakin dengan angka tersebut, kamu dapat memperolehnya dengan melakukan perhitungan sebagai berikut:

Laba per Saham = (Laba Bersih-Dividen) : Jumlah Lembar Saham

Contoh:

Perusahaan X mencatat laba per saham (EPS) sebesar Rp200, dan harga sahamnya saat ini adalah Rp5.000 per lembar. Berdasarkan informasi ini, berapa nilai rasio Price to Earning perusahaan X?

Untuk menghitungnya, Sobat Cuan bisa memasukkan angka-angka tersebut sesuai rumus di atas, yakni:

Rasio P/E = Rp5.000 : Rp200 = 25

Jadi, nilai rasio P/E perusahaan X tersebut sebesar 25x. Namun, seperti apa interpretasi atas angka tersebut?

Apabila kamu memutuskan untuk membeli saham perusahaan X dan mengingat bahwa nilai laba per sahamnya akan tetap konsisten selama periode tersebut, maka dalam waktu 25 kali pembagian dividen, kamu akan mencapai titik di mana investasimu akan kembali modal.

Lantas, apakah angka tersebut tergolong tinggi atau rendah? Untuk mencari tahu jawabannya, yuk baca penjelasannya di bawah ini!

Berapa Price to Earning Ratio yang Ideal?

Pada dasarnya, tidak ada pakem utama untuk menilai bagus/buruknya rasio P/E. Pasalnya, hal itu tergantung dengan rasio P/E saham di masa lalu dan perbandingannya dengan rasio P/E milik saham perusahaan lain di sektor yang sama.

Kendati demikian, investor biasanya menggunakan patokan-patokan berikut untuk melihat apakah rasio P/E yang dimiliki satu perusahaan sudah ideal atau belum.

1. Nilai Rasio P/E Untuk Saham 'Undervalued' Idealnya Kurang dari 15x 

Value investor, alias investor yang mengincar saham-saham "murah" namun punya kinerja keuangan unggul (undervalued), biasanya akan memilih saham-saham dengan rasio P/E di bawah 15x. Jika rasio Price to Earning saham satu perusahaan berada di atas angka tersebut, maka mereka akan menganggapnya sebagai saham berharga "mahal".

Meski demikian, patokan ini tidak perlu dipusingkan oleh investor yang bukan penganut value investing. Mereka bisa saja berinvestasi di saham dengan valuasi di atas 15x asal sudah melakukan analisis fundamental terlebih dulu.

2. Waspada Jika Nilai Rasio P/E di bawah 7x

Ada beberapa alasan mengapa saham dapat memiliki harga yang murah, salah satunya adalah karena saham tersebut undervalued. Namun, ada kalanya saham tersebut memang bersifat "recehan" dan tidak layak untuk dibeli.

Untuk memastikan hal ini, investor harus melakukan pemeriksaan terhadap aspek fundamental perusahaan dan sektor saham yang bersangkutan, misalnya analisis arus kas, rasio laba, rasio utang, dan perkembangan terkini dalam sektor tersebut.

Dengan melakukan analisis yang teliti terhadap faktor-faktor ini, investor dapat menentukan apakah saham tersebut benar-benar memiliki nilai yang rendah atau tidak.

3. Hindari Nilai Rasio P/E Negatif (Di Bawah Nol) 

Rasio P/E negatif adalah indikasi bahwa perusahaan mengalami kerugian. Pasalnya, karena nilai laba per saham menjadi faktor penyebut dalam perhitungan rasio satu ini, maka memasukkan angka kerugian di dalam kalkulasi rasio P/E menjadi tidak relevan.

Bahkan, investor pun harus waspada jika saham satu perusahaan mencatatkan rasio P/E negatif dalam kurun waktu yang lama. Sebab, hal itu mengindikasikan bahwa perusahaan sulit lolos dari jeratan kerugian menahun. Investor biasanya menjuluki saham tersebut sebagai "saham zombie".

Mulai Perjalanan Investasimu dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi Saham AS, indeks saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!

Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Sumber: Investopedia

Ditulis oleh
channel logo

Galih Gumelar

Right baner

Galih Gumelar

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Laporan Laba Rugi (Income Statement)

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1