Pengertian January Effect adalah kenaikan musiman harga saham selama bulan Januari. Analis umumnya menghubungkan reli ini dengan maraknya pembelian saham setelah harganya anjlok di bulan Desember.
Baca juga: IHSG Menguat 0,64%, January Rally Masih Beri Pengaruh Pada Pergerakan Pasar
Istilah January Effect muncul di awal abad ke-20, ketika data-data harga saham mengungguli nilai aset lainnya di setiap Januari.
Perilaku ini terjadi setelah investor menjual sahamnya di Desember untuk menutup beban pajak mereka yang harus dibayar setiap tahun. Hal ini membuat penawaran saham melimpah pada Januari dan membuat harganya murah.
Kondisi tersebut mempengaruhi psikologis investor. Mereka memborong saham-saham tersebut di bulan yang sama dan menyebabkan harga-harga saham tersebut kian meningkat.
Namun, terdapat pula pendapat bahwa kenaikan harga saham di Januari disebabkan karena investor memborong saham murah menggunakan bonus akhir tahunnya.
Fenomena ini pertama kali disadari oleh seorang investment banker bernama Sidney Wachtel pada 1942. Analis-analis saham kemudian mempelajari lebih jauh fenomena ini, dan menemukan bahwa harga indeks S&P 500 rata-rata naik 62% secara bulanan pada Januari sejak 1928 hingga 2018.
Hanya saja, fenomena January Effect ini sudah tidak begitu terasa setelah tahun 2018. Kala itu, banyak investor yang lebih memilih memakirkan dana akhir tahun mereka ke dana pensiun.
Namun, terdapat pula alasan psikologis sebagai latar berlakang fenomena tersebut. Beberapa investor percaya bahwa Januari adalah waktu yang tepat untuk memulai program investasi sesuai dengan resolusi mereka masing-masing
Baca juga: Terpengaruh January Effect, Saham-saham Ini Layak Dilirik pada Awal 2020
Sebuah studi yang menganalisis data harga saham dari tahun 1904 hingga 1974 menemukan bahwa tingkat imbal hasil pada Januari lima kali lebih besar dibanding bulan-bulan lainnya pada tahun itu. Saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar mini adalah penikmat utama dari fenomena ini.
Hal itu kemudian dikonfirmasi oleh firma investasi Salomon Smith Barney. Firma itu melakukan studi analisis data dari 1972 hingga 2002 dan menemukan bahwa pertumbuhan nilai saham-saham kapitalisasi kecil selalu mengalahkan saham-saham berkapitalisasi besar.
Pada bulan itu, rata-rata harga saham meningkat sebesar 0,82% di Januari, namun harga saham-saham ini kemudian berkinerja buruk selama sisa tahun tersebut. Data menunjukkan bahwa January Effect menjadi semakin tidak penting.
Seorang mantan Direktur dari Vanguard Group, Burton Malkiel, juga mengkritik January Effect. Ia menyebut bahwa January Effect adalah omong kosong. Sebab, fenomena seperti itu tidak memberikan investor secuil peluang yang dapat diandalkan.
Dia juga menyatakan bahwa January Effect memilki dampak yang begitu kecil sehingga biaya transaksi yang diperlukan untuk mengeksploitasi hal tersebut pada dasarnya membuatnya tidak menguntungkan.
Baca juga: Apa itu Spillover Effect?
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Investopedia
Bagikan artikel ini