Behavioral economics adalah studi psikologi yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan ekonomi pada individu maupun institusi. Ketahui di sini!
Behavioral economics adalah studi psikologi yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan ekonomi pada individu maupun institusi. Teori ini ada untuk menganalisis keputusan ekonomi manusia yang dianggap tidak logis dan tidak mengikuti prediksi model ekonomi.
Salah satu contoh perilaku irasonal tersebut yang kerap digunakan sebagai contoh adalah berjudi. Dalam kegiatan tersebut, biasanya sang pemain rela mempertaruhkan jumlah uangnya lebih banyak di putaran berikutnya terlepas dari menang atau kalahnya ia di putaran sebelumnya.
Padahal, secara logika, sang pemain semestinya akan mempertaruhkan uang lebih banyak di babak berikutnya jika ia memenangkan babak sebelumnya. Begitu pun sebaliknya. Contoh peristiwa seperti inilah yang membuat akademisi penasaran dengan tingkah laku manusia.
Ragam peristiwa ekonomi yang di luar nalar tersebut membuat akademisi mengasumsikan bahwa segala tindak-tanduk manusia didorong oleh emosi dan kerakusan, yang dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisinya saat itu. Nah, asumsi inilah yang kemudian menjadi fondasi bagi behavioral economics.
Sebagai tambahan informasi, behavioral economics sering dikaitkan dengan normative economics atau perspektif ekonomi yang menggambarkan penilaian normatif terhadap pembangunan ekonomi, proyek investasi, dan sebagainya.
Baca juga: Kesalahan Finansial yang Biasa Dialami Anak Muda Usia 20-an
Pada umumnya, manusia akan membuat keputusan rasional yang memaksimalkan kepuasan individu dengan menimbang semua opsi yang tersedia. Sayangnya, tidak semua orang mampu mengendalikan diri dan bergerak sesuai emosi sehingga membuat keputusan yang irasional.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, pada tahun 1960-an beberapa ekonom membuat teori bernama behavioral economics untuk mengidentifikasi bias utama saat seseorang menentukan keputusan ekonomi.
Salah satu akademisi yang getol mempelajari behavioral economics adalah psikolog Israel Amos Tverky dan Daniel Kahneman.
Pada dekade 1970-an dan 1980-an, keduanya menemukan bahwa satu individu dengan individu lain rupanya menginterpretasikan informasi-informasi ekonomi secara berbeda. Menurut keduanya, manusia cenderung berpatokan pada pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki ketimbang pada data ketika menentukan sebuah keputusan.
Sebagai contoh, manusia tentu takut diserang hiu atau beruang karena bisa berujung pada kematian. Padahal, apabila ditilik secara statistik, persentase kemungkinan kematian atas hal tersebut cukup kecil dibanding kegiatan lain, misalnya berkendara di jalan raya. Ternyata, persepsi itu muncul karena manusia sejak dulu menganggap bahwa hewan buas adalah makhluk hidup yang berbahaya.
Nah, studi milik Tverky dan Kahneman tersebut membentuk kerangka berpikir dasar behavioral economics. Lantas, apa saja isinya?
Terdapat lima faktor yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan ekonomi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi behavioral economics:
Bounded rationality adalah konsep di mana individu mengambil keputusan ekonomi berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Sayangnya, pengetahuan atau informasi tersebut sering kali terbatas karena kurangnya keahlian individu maupun informasi yang tersedia.
Manusia dapat dengan mudah dimanipulasi dengan insentif atau kesepakatan. Misalnya, saat sebuah toko melakukan promosi dengan membuat program buy 1 get 1 atau sejenisnya yang membuat konsumen membeli produk tersebut.
Promo atau insentif tersebut dapat mengarahkan konsumen untuk membuat keputusan ekonomi.
Disadari atau tidak, setiap orang membuat keputusan ekonomi yang dipengaruhi oleh cognitive bias. Cognitive bias adalah kesalahan dalam berpikir, memproses, dan menafsirkan informasi yang menyebabkan pengambilan keputusan tidak akurat.
Misalnya, seseorang memilih saham suatu perusahaan untuk berinvestasi berdasarkan hal subjektif seperti warna logo dan lokasi perusahaan. Padahal, investor sepatutnya berpatokan pada aspek fundamendal dan data-data ketika ingin memilih saham jagoannya.
Behavioral economics sering dikaitkan dengan diskriminasi karena pengambilan keputusan ekonomi berdasarkan bagaimana individu memandang orang lain atau sesuatu dari penglihatan mereka.
Umumnya, mereka hanya melihat hal yang ingin mereka lihat sementara apa yang mereka lihat belum tentu menjadi pilihan terbaik.
Herd mentality adalah keyakinan bahwa pengambilan keputusan ekonomi individu berdasarkan apa yang dilakukan orang lain. Sering kali, manusia mengambil keputusan dengan mengikuti suara mayoritas atau lingkungan sekitar daripada suara sendiri.
Baca juga: Pentingnya Kebiasaan Konsumsi Cerdas untuk Berhemat
Behavioral economics terdiri atas beberapa prinsip yang di antaranya:
Prinsip framing adalah pengambilan keputusan ekonomi berdasarkan cara penyajian informasi kepada individu.
Prinsip heuristic adalah pengambilan keputusan ekonomi berdasarkan mentalitas di mana individu lebih memilih melanjutkan apa yang telah mereka lakukan daripada memikirkan situasi yang lebih menguntungkan.
Prinsip loss aversion atau tidak ingin merugi adalah kondisi saat emosi negatif seseorang lebih kuat dibanding emosi positifnya. Contohnya, ketika orang merasa lebih sedih saat kehilangan uang Rp100.000 dibandingkan merasa senang ketika menemukan uang Rp100.000 di jalan raya.
Market inefficiencies memainkan peran penting dalam behavioral economics. Pengambilan keputusan ekonomi dengan prinsip ini berdasarkan pertimbangan bagaimana harga saham yang terlalu mahal masih memikat investor karena turunnya Price to Earning Ratio (PER).
PER adalah rasio yang digunakan untuk menilai mahal murahnya saham berdasarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per saham.
Mental Accounting adalah pengambilan keputusan ekonomi berdasarkan keadaan bukan karena strategi jangka panjang.
Sunk-Cost Fallacy adalah pengambilan keputusan ekonomi berdasarkan keterikatan emosional dengan biaya yang telah dikeluarkan di masa lalu.
Behavioral economics biasa diterapkan di pasar keuangan, strategi penetapan harga, serta pengemasan dan distribusi produk. Contohnya produk musiman, flashsale, atau promo buy 1 get 1 yang harus dibeli sekarang atau dilewatkan oleh konsumen.
Perusahaan dapat mengemas produk dengan cara tertentu, memberi harga pada tingkat tertentu, atau menyesuaikan promosi mereka untuk menarik pasar tertentu.
Inti dari behavioral economics adalah untuk memahami apa yang dilakukan konsumen dan mengapa mereka membuat pilihan tersebut. Kelemahan dari behavioral economics adalah dapat digunakan untuk menipu atau memanipulasi orang ketika mengambil keputusan.
Itulah hal yang dapat Sobat Cuan ketahui dari behavioral economics. Jika Sobat Cuan ingin tahu lebih banyak tentang istilah ekonomi lainnya, yuk cek blog Pluang!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi Saham AS, indeks saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!
Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Sumber: Investopedia,
Bagikan artikel ini