Sobat Cuan mungkin mengetahui bahwa Cardano dan koin aslinya ADA kini menghuni jajaran aset kripto utama sejagat. Namun, tahukah kamu bahwa Cardano dikembangkan berdasarkan kajian akademis yang serius? Baca selengkapnya di sini!
Cardano adalah platform smart contract Proof-of-Stake generasi ketiga sekaligus blockchain pertama yang pengembangannya ditinjau dan dikaji oleh sekelompok insinyur dan ahli kriptografi.
Jaringan ini mengklaim sebagai teknologi blockchain generasi ke-tiga karena dibangun berdasarkan riset akademis dan menjadi evolusi atas blockchain generasi pertama, yakni Bitcoin, dan generasi kedua, misalnya Ethereum.
Fakta uniknya, nama Cardano terinspirasi dari ahli matematika zaman renaisains bernama Gerolamo Cardano. Sementara itu, nama token asli jaringan Cardano, ADA, disadur dari nama ahli matematika abad ke-19 yang juga dikenal sebagai programmer komputer pertama bernama Ada Lovelace.
Cardano hadir untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi industri blockchain pada umumnya, seperti keamanan jaringan yang kurang kokoh, penyatuan lapisan komputasi dan akuntansi di jaringan, dan mekanisme pemungutan suara berbelit yang kerap bikin macet lalu lintas transaksi di jaringan.
Cardano mengatasi masing-masing masalah tersebut dengan memanfaatkan ilmu matematika. Tujuannya, agar jaringan Cardano mampu mengimplementasikan sistem keamanan anti peretasan, memisahkan jaringan komputasi dan akuntansi, dan menerapkan sistem voting berskala besar yang tak mengganggu kestabilan jaringan.
Di samping itu, berbeda dari jaringan lainnya, riset dan tinjauan akademis adalah faktor yang "didewakan" di jaringan Cardano.
Sebelum mengintegrasikan teknologi anyar, Cardano menyusun kerangka kerja berbasis riset yang kemudian akan diperiksa secara kolektif oleh sekelompok pakar yang terdiri dari ahli filsafat, sosiolog, psikolog, dan pakar game theory. Karakteristik ini tentunya membantu Cardano lebih yakin mengembangkan jaringannya plus token miliknya, ADA, di masa depan.
Namun, kadang hal ini bisa menjadi bumerang bagi Cardano. Sebab, ketika Cardano sibuk melakukan riset, ternyata pesaingnya justru memanfaatkan momentum tersebut untuk mengembangkan ekosistemnya.
Sebagai contoh, meski Cardano didirikan 2017 lalu, ia baru berani meluncurkan smart contract pada September 2021. Hanya saja, dalam rentang waktu tersebut, ternyata Ethereum sudah lebih dulu bertengger sebagai jawara di kancah platform smart contract. Bahkan, niatan Cardano pun disalip Solana meski ia baru meluncur tiga tahun setelah Cardano berdiri.
Dari kasus tersebut, komunitas kripto bisa belajar bahwa perusahaan teknologi yang sukses selalu mengedepankan "gerak cepat" ketimbang bersikap perfeksionis. Hal ini dapat dimaklumi mengingat perkembangan teknologi juga bergerak secara kilat.
Selain itu, inovasi teknologi yang baik bukan sekadar menyangkut fitur dan sistem semata, namun juga tingkat adopsi tinggi. Masing-masing inovasi teknologi yang hadir juga harus buru-buru menciptakan ekosistemnya sendiri agar tingkat adopsi massalnya mumpuni.
Sekilas, cara kerja Cardano terlihat lebih kompleks dibanding jaringan lainnya. Hal ini tentu bikin Sobat Cuan penasaran tentang tokoh-tokoh penting dan organisasi yang membantu aspek operasional jaringan ini.
Charles Hoskinson adalah co-founder Cardano yang merupakan wirausaha asal Amerika Serikat sekaligus salah satu pendiri awal jaringan Ethereum.
Menurut beberapa sumber, Hoskinson membangun Cardano setelah berselisih paham dengan pendiri Ethereum lainnya, Vitalik Buterin.
Konon, kala itu, Hoskinson berharap Ethereum bisa menjadi perusahaan yang berfokus pada laba dan mau menerima kucuran dana dari perusahaan modal ventura. Sayangnya, Buterin malah tetap menginginkan Ethereum sebagai organisasi nirlaba.
Meski Hoskinson adalah otak utama di balik Cardano, ia bukanlah pemilik atau pemegang kebijakan utama di jaringan tersebut. Justru, terdapat beberapa pemangku kebijakan dengan fungsi berbeda-beda yang terlibat di dalam proyek ini. Apa saja?
Lembaga ini adalah badan nirlaba yang bermarkas di Zug, Swiss yang bertujuan untuk menstandarisasi, melindungi, dan mempromosikan teknologi Cardano. Dengan kata lain, lembaga ini menjadi "penjamin" utama atas keberhasilan proyek sekaligus aspek keamanan Cardano.
Makanya, institusi ini bekerjasama secara aktif dengan pemerintah dan badan otoritas lainnya. Tak ketinggalan, ia juga bertanggung jawab untuk menyusun kerja sama dengan beberapa perusahaan dan proyek open-source relevan lainnya.
IOHK adalah perusahaan riset dan pengembangan blockchain yang didirikan Hoskinson dan Jeremy Wood. Perusahaan ini berfokus pada pembangunan solusi-solusi teknologi agar tercipta inklusi finansial yang lebih baik.
IOHK melancarkan aksi riset dan pengembangan jaringan Cardano dengan menggandeng beberapa perguruan tinggi ternama dunia.
Emurgo adalah perusahaan blockchain asal Jepang sekaligus firma modal ventura.
Cardano mendirikan Emurgo, yang merupakan perusahaan "saudara" IOHK, untuk mengintegrasikan, mengembangkan, dan menyokong kegiatan bisnis yang ingin memanfaatkan teknologi blockchain dan komputasi milik Cardano.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, ADA adalah koin utilitas asli di jaringan Cardano. Artinya, ADA digunakan sebagai nilai tukar resmi dalam melakukan transaksi dan sebagai aset yang bisa di-staking oleh validator, mirip seperti token ETH di jaringan Ethereum.
Namun, hingga saat ini, koin ADA sejatinya tak memiliki daya guna dan nilai yang pasti lantaran jaringan Cardano sendiri saat ini masih dalam tahap pengembangan. Sehingga, pergerakan harga ADA lebih banyak ditentukan oleh spekulasi atas potensinya di masa depan.
Lebih lanjut, jaringan Cardano memiliki suplai terbatas, yakni 45 miliar keping saja.
Sebanyak 25,92 miliar keping telah dijual pada saat penawaran koin perdananya. Sehingga, saat ini masih tersisa sekitar 19 miliar ADA yang siap "ditambang" di jaringan Cardano.
Teknologi Cardano dan koin ADA memang terlihat "canggih" dan menarik ya, Sobat Cuan. Namun, bagaimana sih cara kerja teknologi satu ini? Yuk, simak di artikelnya berikutnya di tautan berikut!
Bagikan artikel ini