Departemen Keuangan AS mengumumkan bahwa defisit anggaran AS dalam lima bulan pertama tahun fiskal 2025 mencapai rekor $1,147 triliun. Defisit ini mencakup $307 miliar pada Februari, bulan penuh pertama pemerintahan Presiden Donald Trump, meningkat 4% dibandingkan tahun sebelumnya.
Defisit periode Oktober-Februari ini melampaui rekor sebelumnya sebesar $1,047 triliun pada Oktober 2020 hingga Februari 2021, yang terjadi selama pandemi COVID-19 ketika pengeluaran bantuan tinggi dan pendapatan pajak menurun.
Peningkatan pengeluaran terbesar berasal dari bunga utang, tunjangan Jaminan Sosial, dan layanan kesehatan, yang melebihi pertumbuhan pendapatan pajak.
Menurut Committee for a Responsible Federal Budget, pemerintah AS saat ini meminjam sekitar $8 miliar per hari, dan belum ada langkah signifikan untuk mengendalikan utang yang terus meningkat.
Defisit yang terus meningkat ini menyoroti tantangan besar dalam menyeimbangkan anggaran AS, terutama di tengah upaya Trump untuk mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan tarif perdagangan.
Defisit anggaran yang besar di AS bisa berdampak signifikan terhadap pasar saham. Berikut adalah beberapa efek utama yang bisa terjadi pada saham-saham AS:
Pemerintah AS harus meminjam lebih banyak uang untuk menutup defisit, yang berarti lebih banyak penerbitan obligasi Treasury.
Jika permintaan investor terhadap obligasi tidak cukup kuat, imbal hasil obligasi akan naik untuk menarik pembeli.
Suku bunga yang lebih tinggi cenderung menekan saham, terutama saham teknologi dan pertumbuhan tinggi (seperti Apple, Microsoft, Tesla) yang bergantung pada pendanaan murah.
Jika investor global masih melihat obligasi AS sebagai aset aman, dolar AS bisa menguat karena meningkatnya permintaan obligasi Treasury.
Namun, jika defisit terlalu besar dan investor khawatir dengan utang AS yang meningkat, kepercayaan terhadap dolar bisa turun, menyebabkan pelemahan mata uang.
Dolar yang lemah bisa menguntungkan eksportir besar seperti Boeing (BA) dan Caterpillar (CAT) karena produk mereka menjadi lebih murah di pasar global.
Transaksi Saham Boeing di Sini!
Defisit yang meningkat sering kali memicu perdebatan tentang kebijakan fiskal (misalnya, apakah akan memangkas pengeluaran atau menaikkan pajak).
Ketidakpastian ini dapat meningkatkan volatilitas di indeks seperti S&P 500 (SPX), Nasdaq (NDX), dan Dow Jones (DJIA).
Saham defensif seperti Procter & Gamble (PG), Johnson & Johnson (JNJ), dan Utilities cenderung lebih stabil dibanding saham siklikal seperti bank, ritel, dan manufaktur.
Saham Keuangan (Bank & Lembaga Keuangan) → Positif & Negatif
Suku bunga yang lebih tinggi bisa menguntungkan bank seperti JPMorgan (JPM), Goldman Sachs (GS) karena mereka bisa memperoleh lebih banyak dari kredit yang diberikan.
Namun, jika ekonomi melambat akibat defisit tinggi dan suku bunga naik terlalu cepat, risiko kredit macet meningkat, yang bisa merugikan bank.
Transaksi Saham Goldman Sachs di Sini!
Saham Teknologi & Growth Stocks → Negatif
Saham-saham teknologi besar seperti Nvidia (NVDA), Amazon (AMZN), dan Google (GOOGL) sering tumbuh pesat karena biaya pinjaman rendah. Jika suku bunga naik karena defisit, valuasi saham-saham ini bisa tertekan.
Saham Infrastruktur & Industri → Positif
Jika defisit meningkat karena belanja infrastruktur, perusahaan seperti Caterpillar (CAT) bisa mendapat manfaat dari peningkatan proyek pemerintah.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp10.000 dan hanya tiga kali klik saja! Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini