Serangan misil ini menandai eskalasi paling serius antara Iran dan Israel sejak konflik 2024–2025, dengan jumlah misil dalam satu malam mencapai ratusan. Korban tewas mencapai ratusan di kedua belah pihak, dan infrastruktur vital seperti fasilitas nuklir, energi, dan permukiman terkena imbas. Meskipun belum ada deklarasi perang total, konflik ini telah memicu kekhawatiran global dan mendorong tekanan diplomatik untuk meredakan ketegangan.
Ketegangan antara Iran dan Israel berakar pada berbagai faktor ideologis, politik, dan strategis yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Sejak Revolusi Islam tahun 1979, Iran mengadopsi sikap permusuhan terbuka terhadap Israel, bahkan secara ideologis menolak eksistensi negara tersebut.
Sebaliknya, Israel menganggap Iran sebagai ancaman utama terhadap keberadaannya, terutama karena retorika anti-Israel dari para pemimpin Iran dan dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok militan seperti Hezbollah di Lebanon serta Hamas dan Jihad Islam di Gaza.
Selain itu, program nuklir Iran juga menjadi sumber kekhawatiran besar bagi Israel, yang menilai bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh Iran akan mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah dan membahayakan keamanan nasional Israel. Kedua negara ini juga terlibat dalam perang proksi, terutama di Suriah, di mana Israel secara rutin melancarkan serangan udara terhadap posisi militer Iran dan sekutunya.
Persaingan pengaruh di kawasan semakin memanas ketika beberapa negara Arab mulai menormalisasi hubungan dengan Israel melalui perjanjian Abraham Accords, yang dianggap Iran sebagai ancaman terhadap peran strategisnya di dunia Muslim. Meskipun belum pecah menjadi perang terbuka berskala penuh, konflik antara Iran dan Israel terus berisiko meningkat, dan ketegangan di antara keduanya menjadi salah satu sumber utama instabilitas di Timur Tengah.
Pada 13 Juni, Israel melancarkan operasi udara besar-besaran—Operasi Rising Lion—yang menargetkan fasilitas nuklir, pangkalan misil, serta markas militer dan ilmuwan Iran, termasuk penyerangan terhadap Natanz, Isfahan, dan kediaman militer lainnya di Tehran.
Sebagai balasan, pada malam 13 Juni, Iran melancarkan operasi "True Promise 3", dengan menembakkan lebih dari 150 misil balistik dan 100 drone serang ke wilayah Israel. Beberapa misil berhasil menembus sistem pertahanan Israel seperti Iron Dome, menyebabkan kerusakan besar di Tel Aviv, Bat Yam, Haifa, dan Rehovot, serta menimbulkan korban jiwa dan luka-luka.
Setelah nya pada tanggal 14 Juni 2025, Iran meluncurkan kembali gelombang misil meski sebagian besar berhasil dihalau. Namun, beberapa misil berhasil mengenai Israel, menyebabkan sekurangnya 2–7 kematian dan puluhan korban luka
Pada 15 Juni 2025, Iran kembali meluncurkan dua serangan misil + drone, kali ini mempertajam sasaran: pemukiman penduduk termasuk Bat Yam (terdapat anak-anak) dan Tamra, serta fasilitas ilmiah (Weizmann Institute). Total korban tewas di Israel mencapai sekitar 13–14 orang, dan lebih dari 300 luka-luka.
Sementara itu, serangan balasan Israel ke Iran juga intens: misil dan serangan udara menghantam fasilitas nuklir (Tehran, Isfahan, Natanz), depot energi, markas Kementerian Pertahanan—mengakibatkan setidaknya 224–406 orang tewas di Iran, mayoritas warga sipil, serta kerusakan signifikan pada infrastruktur.
Israel dan Iran sama-sama menutup wilayah udara dan memperingatkan evakuasi warga.
PBB, UE, dan negara-negara G7 mengadakan pertemuan darurat; banyak negara menyerukan eskalasi ditahan.
Presiden Trump menolak rencana pembunuhan pemimpin Iran, namun mendukung aksi Israel; memperingatkan Iran mengenai kemungkinan intervensi AS jika terancam.
Beberapa anggota milisi Houthi di Yaman turut menembakkan misil ke wilayah Israel, atas dukungan Iran.
Lonjakan harga signifikan: Harga emas spot naik sekitar 1–1,7% pada 13 Juni, mendekati rekor di kisaran $3.400–$3.450 per troy ounce.
ETF emas (GLD) naik tipis hari ini (+0,013%), mencerminkan minat investor terhadap safe‑haven meski berfluktuasi.
Sentimen positif berlanjut: Analis memproyeksikan harga emas bisa tembus $3.500–$3.700 jika konflik berlanjut.
Reaksi risk-off: Indeks saham AS terguncang, dengan futures S&P turun sekitar 1–1,5% saat berita perang muncul.
ETF S&P 500 (SPY) mencatat penurunan sekitar –0,0115% hari ini, mencerminkan kehati-hatian investor.
Volatilitas meningkat: Indeks VIX melonjak ke level tertinggi tiga minggu, mencerminkan kecemasan pasar.
Bitcoin tidak berperan sebagai safe‑haven: BTC sempat turun 1,9–4% ke kisaran $102.800–$105.000 sebelum sedikit bangkit.
Kerugian pasar kripto lebih luas: Kapitalisasi kripto turun dari $3,47 triliun ke $3,22–3,24 triliun, dengan alt‑coin seperti Ether dan Solana turun signifikan.
Bitcoin saat ini mendatar di sekitar $105.500, masih di bawah puncak sebelum konflik.
Konflik membuat investor menjauh dari aset berisiko dan beralih ke aset yang lebih aman seperti emas. Saham AS terpukul moderat, sementara Bitcoin dan kripto lain mengalami tekanan serupa, menguatkan pandangan bahwa saat ini emas masih unggul sebagai aset pelindung.
Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto Futures, Emas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini