Sobat Cuan mungkin saat ini lagi tertarik masuk ke ranah dunia kripto, apalagi setelah reli besar-besaran Bitcoin dan altcoin season pada awal 2021. Namun, begitu masuk ke pasar kripto, kamu kemudian puyeng melihat banyaknya ragam aset kripto di dalamnya.
Kamu kemudian makin bingung ketika menemukan bahwa tidak hanya cryptocurrency saja yang berada di dalam pasar kripto. Namun, ada pula aset digital lain yang disebut dengan token. Lantas, apa perbedaan koin dan token? Mengapa harus ada dua istilah berbeda untuk merujuk ke aset kripto?
Ibarat dua anak kembar yang sering mengalami salah sebut nama, koin dan token juga mengalami kondisi serupa. Apalagi, jika kamu pergi mengecek besaran kapitalisasi pasar aset kripto di, misalnya, coinmarketcap, pasti kamu akan melihat koin-koin kripto berbaur dengan token
Nah, daripada bingung membedakannya, yuk simak artikel ini ya, Sobat Cuan!
Meski memang terlihat mirip, namun koin dan token memiliki perbedaan secara fundamental, Sobat Cuan! Jadi, jangan pernah merujuk koin sebagai token. Apalagi, merujuk token sebagai koin kripto.
Intinya, perbedaan token dan koin tidak hanya terletak dari namanya. Namun juga terletak di fungsinya, asal muasalnya, serta manfaatnya. Berikut adalah penjelasan koin dan kripto.
Baca itu: Mengenal Token DeFi dan Alasan Kenapa Kamu Harus Perhatikan Mereka
Koin dalam dunia kripto merujuk pada aset digital yang dibangun di jaringan blockchain independen miliknya sendiri.
Aset digital satu ini memang diterbitkan langsung oleh mereka yang mengembangkan protokol blockchain yang dimaksud. Makanya, koin sering disebut sebagai aset kripto native, alias “penduduk asli” di jaringan blockchain tersebut.
Sebagai contoh, kamu pasti sudah tidak asing dengan Bitcoin (BTC) sang jawara di dunia aset digital. Ya, BTC merupakan koin karena dia dibangun di atas jaringannya sendiri. Lalu terdapat pula Ether (ETH) yang merupakan koin native dari jaringan Ethereum.
Berikut ini adalah karaketristik dari koin kripto.
Lantas, apa saja sih kegunaan koin-koin tersebut?
Seperti yang kita tahu, asal muasal koin kripto berasal dari Bitcoin yang diluncurkan 2009 silam. Kala itu, sang pengembangnya yang beridentitas anonim Satoshi Nakamoto berniat menjadikan Bitcoin sebagai alat tukar terdesentralisasi, yang tentu saja bisa digunakan untuk membeli barang dan jasa.
Dengan kata lain, niat penciptaan koin kripto pada awalnya adalah medium pembayaran layaknya uang fiat. Makanya, koin kripto generasi awal seperti BTC, XRP, dan LTC memiliki sifat seperti demikian.
Hanya saja, kini tidak semua negara mau mengakui pembayaran Bitcoin. Bahkan, baru El Salvador saja yang melegalkan penggunaan Bitcoin demi keperluan transaksi.
Namun, bukan berarti nilai manfaat koin kripto hilang begitu saja. Sebab, koin kripto pun memiliki dua fungsi lain di zaman sekarang.
Saat ini, sebagian pelaku aset kripto telah menganggap beberapa jenis aset kripto sebagai aset investasi. Contoh paling kentara bisa Sobat Cuan lihat di perkembangan Bitcoin.
Kini, komunitas kripto dan beberapa analis menganggap Bitcoin sebagai “emas digital” lantaran ia memiliki sifat penyimpan nilai seperti uang fiat (Store of Value). Hanya saja, suplainya terbatas, yakni hanya 21 juta keping saja.
Akibatnya, nilai Bitcoin bisa terapresiasi di masa depan dan dianggap “tempat aman” untuk menaruh kekayaan dari gerusan inflasi.
Komunitas kripto juga menggunakan koin sebagai penjaga keberlangsungan jaringan blockchain.
Sobat Cuan mungkin paham bahwa teknologi blockchain terus berkembang. Blockchain yang dulunya hanya mencatatkan transaksi secara desentralisasi kini bisa digunakan untuk jasa keuangan lainnya, seperti pinjam meminjam dan menabung, berkat kehadiran teknologi smart contract.
Jika komunitas kripto semakin sering menggunakan teknologi blockchain, maka mereka harus memberi kompensasi ke pengembang untuk menjaga keandalan teknologi tersebut. Nah, makanya komunitas kripto wajib membayar “ongkos sewa blockchain” ke pengembang, yang tentu saja dibayar dengan koin native tersebut.
Contoh mudahnya adalah Ethereum. Komunitas kripto senang mengembangkan berbagai aplikasi terdesentralisasi di jaringan blockchain-nya lantaran memiliki teknologi smart contract yang mumpuni. Namun, di saat yang sama, mereka juga wajib menyetor ETH ke pengembang sebagai “balas jasa” atas teknologi Ethereum tersebut.
Sementara itu, token adalah aset digital yang dibangun di atas jaringan blockchain milik pihak lain. Jika koin adalah “penduduk asli” dari sebuah sistem blockchain, maka token adalah “penduduk pendatang” di sana.
Biasanya, token kripto memiliki empat prinsip seperti berikut:
Token diciptakan dari berbagai platform yang berada di atas suatu blockchain tertentu. Biasanya, namun tidak selalu, token-token ini diciptakan di atas sistem blockchain Ethereum.
Ketika menciptakan token-token tersebut, pengembang harus patuh pada standar-standar penciptaan token tertentu agar bisa digunakan di sistem blockchain utamanya.
Di Ethereum, misalnya, pengembang biasanya mengacu pada standar ERC-20 agar token-token mereka bisa silang operasi dengan aplikasi terdesentralisasi lainnya di jaringan blockchain Ethereum. Selain itu, terdapat pula standar ERC-271 yang biasanya dipatuhi pengembang untuk menciptakan Non-Fungible Token (NFT).
Saat ini, ada ribuan token yang beredar di pasar. Mulai dari Tether (USDT), USD Coin (USDC), DAI, UMA, dan Basic Attention Token (BAT) adalah beberapa token digital yang banyak digunakan oleh investor.
Sama seperti koin, token juga memiliki fungsi transfer nilai. Namun, terdapat kelebihan lain dari token selain sebagai media pembayaran, misalnya seperti:
Terkadang, token juga digunakan sebagai “surat suara” dalam melakukan voting tertentu. Biasanya, voting ini dilakukan antar pengguna dalam menentukan pembaruan protokol atau kebijakan baru terkait kebijakan platform-platform aplikasi terdesentralisasi.
Sebagai ringkasannya, berikut adalah kesimpulan inti dari perbedaan koin dan token:
Kalau kamu lebih suka mana, Sobat Cuan? Koin? Atau token?
Baca juga: Harga Bitcoin, Ethereum, dan Cryptocurrency Lain Diprediksi Meroket
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini