Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Blog

Benarkah Menambang Bitcoin Mencemari Lingkungan? Yuk, Simak Faktanya!
shareIcon

Benarkah Menambang Bitcoin Mencemari Lingkungan? Yuk, Simak Faktanya!

8 Apr 2021, 3:00 AM·READING_TIME
shareIcon
Kategori
Benarkah Menambang Bitcoin Mencemari Lingkungan? Yuk, Simak Faktanya!

Aset kripto, termasuk di antaranya Bitcoin, selama ini dipandang sebagai penyebab pencemaran lingkungan yang lumayan masif. Studi yang dilakukan Universitas Cambridge menunjukkan pada Februari saja, jaringan global “penambang” Bitcoin menyedot listrik sebanyak yang dibutuhkan negara Argentina sepanjang tahun.

Mengomentari terkait itu, sebuah artikel yang diterbitkan jurnal Joule (10/3) menyebut tambang Bitcoin bahkan menggunakan energi listrik yang setara dengan emisi area metro London. Yup, memang sangat disayangkan, cara kerja mata uang digital saat ini masih mendukung pemborosan energi.

Kini, harga satu Bitcoin telah meroket melampaui US$50.000, maka diperkirakan para penambang Bitcoin saat ini telah menghasilkan polusi karbon sebanyak konsumsi energi sebuah negara berukuran sedang.

Bitcoin Akan Saingi Kebutuhan Energi Listrik Tahunan Australia

Menurut studi oleh ilmuwan data Alex de Vries dalam jurnal Joule, Bitcoin diperkirakan akan segera menghabiskan lebih dari 200 terawatt energi listrik per jam (TWh). Menurutnya, hal itu setara dengan jumlah energi yang dikonsumsi oleh semua pusat data secara global.

Dan ironinya, meski jumlah energinya setara dengan konsumsi pusat data global, menurutnya Bitcoin hampir tidak melayani siapapun.

Lebih ironisnya lagi, ternyata kebutuhan listrik demi menambang Bitcoin lebih besar dari kebutuhan setrum satu negara. Warga Australia saja, sebut de Vries, hanya mengonsumsi sebanyak 192TWh listrik pada 2020. Maka dari itu, tak heran jika pendiri Microsfot, Bill Gates, sempat bilang bahwa Bitcoin “menggunakan lebih banyak listrik per transaksinya daripada investasi lainnya yang pernah dilakukan peradaban manusia.”

Jadi, apakah Bitcoin benar menggiring para penambangnya pada tindakan pencemaran lingkungan?

Baca juga: Mau Nambang Bitcoin? Simak Modal dan Biaya yang Perlu Kamu Keluarkan!

Bisakah Energi Terbarukan Mendukung Bitcoin di Masa Mendatang?

Menurut Pusat Keuangan Alternatif Cambridge di Universitas Cambridge, sekitar 61% penambangan Bitcoin tahun lalu diperkirakan didukung bahan bakar fosil. Sementara, 39% sisanya diperkirakan telah menggunakan energi terbarukan, terutama energi hidroelektrik.

Menurut penambang Bitcoin Australia, Iris Energy, saat ini investor institusional besar menciptakan pasar untuk Bitcoin yang ditambang secara terbarukan (renewably mined Bitcoins).

“Strategi energi unik kami dari segi lingkungan, sosial, dan tata kelola pemerintahan (environment, social, and governance, ESG) adalah memuaskan investor dengan komitmen hijau dan terkait iklim,” ujar salah satu pendiri, Daniel Roberts.

Cosmos Capital kini juga berdiskusi dengan perusahaan listrik Australia untuk menggunakan surplus energi terbarukan yang murah demi menggerakkan tambang Bitcoin di kawasan Australia. Tentu saja, tujuannya adalah untuk meminimalisir pencemaran lingkungan.

Penambang Bitcoin Menjelajahi Dunia untuk Mendapatkan Sumber Energi Terjangkau

Menurut Pusat Keuangan Alternatif Cambridge, hampir dua pertiga dari penambangan Bitcoin berlangsung di China. Sementara itu, Amerika Serikat, Rusia, Kazakhstan, Malaysia, dan Iran adalah pemain besar lainnya.

Mereka semua memburu daerah-daerah yang memiliki sumber energi paling murah dan tak termanfaatkan. Di China, contohnya, penambang bermigrasi ke seluruh negeri untuk mengejar penggunaan tenaga listrik termurah. Namun, mereka hanya punya waktu hingga April untuk memanfaatkan listrik berbahan bakar batu bara, yang pembangkitnya saat ini berlokasi di provinsi Mongolia Dalam.

Sementara itu, di Iran, penambang Bitcoin dikecam karena menyebabkan pemadaman awal tahun ini. Ini lantaran operasi penambangan di sana menggunakan pembangkit listrik yang disubsidi oleh negara, yang membakar minyak berkualitas rendah yang melepaskan sulfur dioksida tingkat tinggi.

Para penambang juga menghindari pencemaran lingkungan dengan mendirikan pusat data di kota-kota industri yang sedang menurun di Siberia. Ini demi memanfaatkan kelebihan gas dan tenaga air yang murah.

Baca juga: 10 Energi Alternatif Ini Akan Jadi Sumber Utama Listrik Masa Depan. Apa Saja?

Akankah Bitcoin Menjadi Lebih Berkelanjutan?

Penambang Bitcoin bertenaga energi terbarukan telah meningkat dari sekitar 28% menjadi 39% antara 2018 dan 2020.

Hanya saja, ada kekhawatiran bahwa struktur Bitcoin yang terdesentralisasi adalah sikap libertarian yang hanya sekadar membenci pemerintah. Tetapi, tidak selalu memprioritaskan penyelesaian masalah iklim atau pencemaran lingkungan.

Persaingan berat untuk membuat aset kripto tandingan, semacam Bitcoin hijau, pun menyeruak di Norwegia. Pada 8 Maret, orang terkaya kedua di Norwegia, milliarder ladang minyak Kjell Inge Røkke, meluncurkan usaha baru bernama Seetee.

Dalam suratnya kepada pemegang saham, Røkke mengatakan tujuan perusahaan adalah untuk “membangun operasi penambangan yang mentransfer listrik yang terlantar atau tidak digunakan yang bersifat stabil secara lokal.” Yakni, sumber listrik dari tenaga angin, surya, dan tenaga air.

Karena itu, rencana perusahaan ini demi menghindari pencemaran lingkungan adalah dengan menempatkan pusat penambangan Bitcoin di tempat-tempat di mana pertanian energi terbarukan menghasilkan listrik secara berkelimpahan. Dengan demikian, tambang aset kripto pun dapat menggunakan tenaga listrik berbiaya rendah dan menyumbang nol karbon ke atmosfer.

Namun, pendekatan ini didebat oleh de Vries. Menurutnya, hal itu mengasumsikan bahwa akan ada jeda sebentar untuk melakukan pemindahan itu. Padahal, penambangan hanya berfungsi saat beroperasi 24/7 dan para penambang berpacu dengan waktu demi mempertahankan keunggulan.

Penambangan Bitcoin Emisi Nol Karbon Tengah Berlangsung

Meski demikian, sejauh ini, beberapa penambangan Bitcoin sudah menggunakan energi nol karbon. Di China, beberapa operasi penambangan telah bergeser secara musiman untuk memanfaatkan tenaga air berbiaya rendah di musim panas. Lantas, beralih kembali ke batubara di musim dingin.

Gazprom, perusahaan gas alam Rusia juga memiliki divisi yang menjual tenaga penambangan Bitcoin yang dihasilkan dari gas suar. Yakni, produk sampingan limbah dari pengeboran dan pemrosesan minyak dan gas.

Hal ini tentunya akan membutuhkan konsensus dalam komunitas penambangan dan berisiko memicu jatuhnya nilai mata uang. Sementara itu, saingan utama Bitcoin, Ethereum, kini tengah berencana membuat perubahan teknologi pada tanggal yang belum ditentukan.

Baiknya kita tunggu saja gebrakan apa yang akan dilakukan tiap aset kripto ini untuk menanggapi persoalan pencemaran lingkungan. Apakah mereka akan berhasil membatasi jejak karbon di atmosfer?

Nikmati Keuntungan dengan Investasi Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!

Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!

Sumber: Abc News, Quartz

Ditulis oleh
channel logo

Dewi Kharisma

Right baner

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

Artikel Terkait

no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1