Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Kamus

Rasio Utang Terhadap PDB
shareIcon

Rasio Utang Terhadap PDB

0  dilihat·Waktu baca: 4 menit
shareIcon
Rasio Utang Terhadap PDB

Rasio utang terhadap PDB adalah salah satu metrik makroekonomi simpel namun menyimpan segudang interpretasi. Simak selengkapnya di sini!

Apa Itu Rasio Utang Terhadap PDB?

Rasio utang terhadap PDB adalah sebuah metrik makroekonomi yang membandingkan antara nilai utang outstanding pemerintah dengan Produk Domestik Bruto (PDB).

Rasio ini dicerminkan dalam bentuk persentase dan sering digunakan pakar ekonomi untuk menilai kemampuan pemerintah untuk melunasi utang-utangnya. Pasalnya, karena PDB merupakan representasi dari tingkat "pemasukan" suatu negara, maka rasio tersebut dianggap sebagai cara praktis untuk melihat seberapa besar utang yang diambil suatu negara dibanding "pendapatannya".

Nah, oleh karenanya, tak heran jika kemudian rasio utang terhadap PDB digunakan ekonom untuk mengukur apakah suatu negara memiliki kemampuan fiskal yang kuat atau tidak. Apalagi, berdasarkan data historis, negara-negara yang memiliki rasio utang terhadap PDB yang tinggi umumnya kesusahan dalam melunasi utang-utang eksternalnya.

Baca Juga: Upah Minimum

Seperti Apa Perhitungan Rasio Utang Terhadap PDB?

Rumus rasio utang terhadap PDB cukup simpel, seperti yang tertera di keterangan berikut.

Rumus Rasio Utang Terhadap PDB
Rumus Rasio Utang Terhadap PDB. Sumber: Investopedia.

PDB, tentunya, merupakan total seluruh output barang dan jasa yang dihasilkan negara tersebut di satu waktu tertentu. Data tersebut biasanya disediakan oleh biru sensus masing-masing negara. Di Indonesia, data PDB dirilis oleh lembaga bernama Badan Pusat Statistik (BPS) setiap setahun sekali di Februari.

Sementara itu, yang termasuk komponen utang dalam perhitungan ini adalah utang pemerintah, baik utang langsung maupun utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).

Terdapat banyak cara untuk menginterpretasikan rasio tersebut. Namun, para ahli ekonomi umumnya menginterpretasikan angka rasio tersebut melalui tiga cara.

Pertama, jika rasio tersebut melebihi angka 100%, maka negara tersebut artinya memiliki lebih banyak utang ketimbang "pemasukan". Dengan demikian, negara itu perlu memutar otak untuk meningkatkan PDB-nya agar utang-utang yang dimilikinya dapat terlunasi.

Kedua, jika rasio tersebut setara dengan 100%, artinya "pemasukan" negara tersebut terbilang cukup untuk melunasi utang-utangnya. Namun, negara itu tetap wajib mengerek nilai PDB-nya agar seluruh "pemasukannya" tidak lari sepenuhnya ke pelunasan utang.

Ketiga, jika rasio itu lebih rendah dari 100%, maka negara negara itu dianggap mampu melunasi utang-utangnya dan masih memiliki ruang untuk menambah pembiayaan. 

Dengan demikian, maka semakin tinggi nilai rasio maka semakin "memburuk" pula kekuatan fiskal satu negara dalam membayar kembali pinjamannya. Namun pertanyaannya, apakah nilai rasio tinggi memang selalu dicap sebagai "angka buruk"?

Apakah Nilai Rasio Utang Terhadap PDB Tinggi Adalah Hal Buruk?

Sebuah studi Bank Dunia menunjukkan bahwa negara yang memiliki rasio utang terhadap PDB di atas 77% dalam jangka waktu lama akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sehingga, secara kasat mata, maka benar-benar saja jika angka rasio yang tinggi memang mencerminkan kondisi yang "buruk".

Hanya saja sebenarnya, ukuran baik atau buruk atas rasio ini sangatlah relatif. Semuanya tergantung masing-masing kasus yang dialami suatu negara.

Sebagai contoh, anggap saja negara A memiliki rasio utang terhadap PDB di angka 120%. Namun, angka tersebut sejatinya melandai dari 150% di tahun sebelumnya. Artinya, meski rasio negara A terbilang masih tetap tinggi, namun ia berhasil meloloskan diri secara perlahan dari jeratan utang. Kondisi itu tentu saja tidak dianggap 100% "buruk", bukan?

Selain itu, mengukur baik-buruk rasio tersebut juga bisa dilakukan dengan membandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan serupa.

Misalnya, negara A memiliki rasio utang terhadap PDB di angka 120%. Cukup tinggi memang. Namun, apabila disejajarkan dengan rasio negara-negara lain yang rata-rata berada di 150%, negara A sebenarnya dalam posisi yang lebih baik.

Di samping itu, para ekonom juga menganggap bahwa rasio utang atas pendapatan yang tinggi tidak berbahaya bagi ekonomi sebuah negara asal ia masih bisa membayar beban-beban bunga utangnya tanpa harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi.

Sehingga, berkaca pada situasi tersebut, interpretasi rasio utang terhadap PDB bukanlah hal yang berpatokan pada angka absolut semata. Namun, hal tersebut sepatutnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlaku di masing-masing negara.

Apa Pentingnya Memahami Rasio Utang Terhadap PDB?

Rasio tersebut memang berfungsi untuk melihat kemampuan suatu negara dalam melunasi kembali utang-utangnya. Namun, mengapa memahami hal tersebut dianggap krusial ketika berbicara mengenai kesehatan ekonomi suatu negara?

Nah, berikut adalah alasan kuat mengapa rasio tersebut masih menjadi metrik makroekonomi yang masih digunakan hingga saat ini.

1. Mengukur Efektivitas Anggaran

Seperti yang diketahui, pemerintah menarik utang karena postur anggarannya terbilang defisit. Dengan kata lain, lantaran pendapatannya lebih kecil dari anggaran belanjanya, pemerintah harus menarik utang demi membiayai belanja tersebut.

Utang-utang tersebut sepatutnya dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas suatu negara. Artinya, melalui utang-utang tersebut, pemerintah seharusnya bisa menaikkan PDB-nya.

Namun, efektivitas utang tersebut akan dipertanyakan ketika rasio utang terhadap PDB malah melonjak antar periode. Pasalnya, ketika hal itu terjadi, maka artinya laju penarikan utang pemerintah justru lebih besar ketimbang pertumbuhan PDB yang dihasilkan. Sehingga, ada indikasi bahwa utang-utang yang ditarik pemerintah justru tidak efektif dalam mengerek pertumbuhan ekonomi.

2. Menjadi Gerbang "Bencana Ekonomi"

Meningkatnya rasio utang terhadap pendapatan yang dialami suatu negara juga bisa menjadi sinyal akan terjadinya rentetan bencana ekonomi. Apa alasannya?

Ketika rasio itu membengkak, maka ada dua kemungkinan penyebabnya, yakni antara kenaikan utang atau penurunan PDB. Jika PDB terus menurun, maka artinya negara tersebut tengah mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Namun, rasio utang yang kian meroket akan membuat pemerintah mengalami potensi gagal bayar (default) atas utang-utangnya. Nah, jika ini terjadi, maka arus likuiditas kreditor-kreditor negara tersebut bisa terganggu dan menyebabkan kepanikan finansial di seluruh dunia.

Baca Juga: Tahun Fiskal

Mulai Perjalanan Investasimu dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi Saham ASindeks saham ASemas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp5.000 dan hanya tiga kali klik saja!

Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Referensi: Investopedia, The Balance Money

Ditulis oleh
channel logo

Galih Gumelar

Right baner

Galih Gumelar

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait

BAT Stocks

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1