Arus investasi yang besar ke pasar Bitcoin mungkin menjadi faktor utama kenaikan harga Bitcoin secara signifikan belakangan ini. Salah satu buktinya, harga Bitcoin melejit bak roket setelah Tesla mengumumkan akan membeli Bitcoin sebesar US$1,5 miliar pada Februari lalu.
Namun, apakah benar bahwa jumlah aliran dana masuk (inflow) ke pasar Bitcoin selalu berdampak ke pergerakan harga Bitcoin?
Hal tersebut baru-baru ini dijawab oleh tim pakar strategi Bank of America, termasuk Francisco Blanch dan Savita Subramanian, dalam laporan terbarunya. Laporan itu menerangkan bahwa harga Bitcoin akan bereaksi sangat cepat terhadap besaran dana yang mengalir ke pasar Bitcoin. Bahkan, reaksi tersebut lebih cepat dibanding derasnya inflow ke aset lain, seperti emas dan obligasi pemerintah AS.
Namun, kondisi ini tentu memunculkan pertanyaan berikutnya: Berapa jumlah inflow yang perlu masuk ke pasar Bitcoin demi menggerakkan harganya sebesar 1% saja?
Dalam hal ini, Bank of America mengatakan bahwa dibutuhkan aliran dana masuk ke pasar Bitcoin sebesar US$93 juta, atau Rp1,3 triliun, hanya untuk mengerek 1% harga raja aset kripto tersebut.
“Bitcoin sangat sensitif terhadap peningkatan permintaan dolar AS. Kami memperkirakan arus dana bersih ke Bitcoin sebesar US$93 juta akan menghasilkan apresiasi harga sebesar 1%. Sedangkan angka serupa bisa terjadi terhadap emas jika terdapat inflow mendekati US$2 miliar atau 20 kali lipat dari Bitcoin,” kata ahli strategi BofA.
Baca juga: Membuat Rencana Investasi, Apa Saja Strategi yang Perlu Diketahui?
Belakangan, aset kripto telah mendapatkan kredibilitas sebagai kelas aset karena produk yang kuat dan pasar turunan yang berkembang. Akibatnya, investor institusi pun berebut menggenggam Bitcoin. Sesuai hukum permintaan dan penawaran, maka harga Bitcoin tentu akan naik kalau terdapat pihak-pihak yang memborong aset kripto tersebut.
Saat ini, Bitcoin dipandang oleh sebagian orang sebagai alternatif menarik dari investasi emas, atau aset pelindung kekayaan dari inflasi, karena pasokannya yang terbatas. Pernyataan itu didukung oleh analisis JPMorgan terbaru yang menyatakan bahwa investor ritel dan institusi akan semakin berebut mencari ceruk cuan di pasar Bitcoin tahun ini.
Laporan itu menyebut bahwa aliran dana investor institusi ke pasar Bitcoin diprediksi meningkat 20% pada kuartal I 2021 dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, aliran dana investor ritel akan meningkat 90% pada periode yang sama.
Hanya saja, sebagian besar investor masih melihat kemungkinan bubble harga Bitcoin dan khawatir bahwa investasi Bitcoin akan merusak lingkungan mengingat besarnya kebutuhan energi untuk menambangnya.
Selain itu, meski inflow memang menjadi penentu penggerak harga Bitcoin, namun kehadiran investor Bitcoin kelas kakap, atau akrab disapa whales, bisa menghambat pengaruh inflow tersebut.
BofA mencatat, sekitar 95% dari total Bitcoin dimiliki oleh 2,4% akun dengan saldo Bitcoin jumbo. Hal ini, menurut mereka, adalah salah satu penyebab mengapa harga Bitcoin sangat volatil.
Sebagai contoh, anggap saja pasar Bitcoin “kedatangan” inflow sebesar US$93 juta. Menurut analisis Bank of America, kondisi ini harusnya bisa menaikkan harga Bitcoin 1%. Namun, kalau para whales melakukan aksi jual dengan jumlah lebih besar dari jumlah inflow tersebut, tentu harga Bitcoin akan gagal naik.
“Meskipun banyak dari pergerakan harga Bitcoin ditentukan oleh sentimen spekulatif, pergerakan naik atau turun yang cepat dapat dilihat dari kurangnya likuiditas dua arah pada waktu tertentu,” kata Jeffrey Halley, Senior Asia-Pacific Market Strategist di Oanda.
Baca juga: Setelah Sentuh All-Time High, Ke Mana Arah Bitcoin Berikutnya?
Kondisi di atas mungkin ada benarnya. Faktanya, harga Bitcoin dalam dua pekan ini memang terbilang jungkat-jungkit akibat aksi para whales.
Sebagai contoh, harga Bitcoin yang hampir menukik ke US$60.000 awal bulan ini terjadi karena para whales melakukan aksi borong di harga rendah (buy the dip). Sementara itu, aksi jual yang dilakukan pekan kemarin membuat harga Bitcoin terjerembab.
Hal tersebut membuat para skeptis berpendapat bahwa Bitcoin masih terlalu fluktuatif bagi investor untuk mulai membeli dalam jumlah yang berarti. Bitcoin juga dinilai hampir tidak memiliki nilai guna, menempatkannya dalam daftar aset yang terbilang “rapuh”.
Tetapi semakin banyak perusahaan yang membeli Bitcoin. Penggemar Bitcoin berpendapat bahwa situasi kali ini berbeda untuk cryptocurrency terbesar di dunia ini. Pasalnya, sudah banyak perusahaan-perusahaan besar yang mulai mengadopsi Bitcoin, seolah-olah melegitimasi raja aset kripto ini sebagai instrumen investasi “beneran”.
Terakhir, Morgan Stanley telah menjadi pemain besar terbaru yang melakukan langkah serius ke aset kripto. Mereka diketahui akan menawarkan akses ke dana Bitcoin kepada klien wealth management.
Baca juga: Seberapa Kuat Bitcoin Whales dalam Mengendalikan Harga? Simak di Sini!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Bloomberg, MarketInsider
Bagikan artikel ini