Sobat Cuan pecinta aset kripto pasti tahu Bitcoin saat ini sedang loyo, bahkan sejak April lalu. Nah, karena situasi tersebut, lalu muncul istilah crash dan koreksi Bitcoin. Apa perbedaannya?
Bitcoin kini berjuang untuk mempertahankan level support US$55.000 selama 16 hari terakhir. Pada dasarnya Bitcoin loyo sejak terjadi likuidasi kontrak panjang senilai US$5 miliar, yang merupakan rekor likuidasi Bitcoin tertinggi, terjadi pada 17 April lalu.
Likuidasi yang terjadi setelah level harga tertinggi sepanjang masa US$64.900 itu memiliki dampak yang menghancurkan bagi sentimen trader ritel. Hal itu diukur dengan penurunan signifikan dalam bunga produk perpetual futures swap.
Ketika harga Bitcoin turun, seringkali istilah “crash” dan “koreksi” digunakan secara bergantian. Namun, kedua kata tersebut sebenarnya ternyata memiliki arti yang berbeda, lho, Sobat Cuan. Lantas, apa dong bedanya?
Baca juga: Yakin Mau Buru-Buru Jual ETH? Ada Prediksi ETH Bakal ke Level US$4.200 Nih!
Crash atau peristiwa kejatuhan secara luas dianggap dalam keuangan tradisional sebagai penurunan harga lebih dari 10% selama satu hari. Ini seringkali dipicu oleh perubahan mendadak yang berdampak di pasar crypto yang menyebabkan investor yang panik keluar secara massal. Hal itu salah satu pembeda antara crash dan koreksi Bitcoin.
Faktor teknis memang dapat memberikan efek dramatis pada harga Bitcoin. Namun penurunan tajam lebih disebabkan oleh keadaan mendasar, seperti peristiwa ekonomi makro, pengumuman perusahaan besar, dan perubahan mendadak pada peraturan dan kebijakan internasional.
Crash terbesar yang pernah tercatat pada grafik bitcoin terjadi pada 10 April 2013, tak lama setelah Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN) di AS menutup crypto exchange Bitfloor. FinCEN kemudian mengumumkan bahwa crypto exchange wajib untuk mendaftar sebagai “perusahaan transaksi uang”.
Harga Bitcoin pada saat itu kemudian amblas lebih dari 73,1% dalam 24 jam, dari ketinggian US$259,34 ke level terendah US$70.
Selain peristiwa itu, kejatuhan “Black Thursday” yang terkenal pada 12 Maret 2020, menempati posisi teratas sebagai crash terbesar. Harga Bitcoin anjlok 40%, dari US$7.969,90 menjadi US$4.776,59, setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan virus corona sebagai pandemi global.
Baca juga: Cuan Lagi! Harga Ethereum Naik, Tembus Level Tertinggi US$3.000
Koreksi ditandai dengan penurunan bertahap di mana harga turun lebih dari 10% selama beberapa hari. Hal ini biasanya menunjukkan bahwa investor dan trader bullish telah ‘kelelahan’ sehingga perlu waktu untuk berkonsolidasi dan pulih.
‘Kelelahan’ terjadi ketika mayoritas pembeli telah membeli aset dasar dan tidak ada lagi pembeli baru yang muncul untuk mendukung tren naik. Jika pesanan jual terus menumpuk tanpa ada orang di sisi lain antrian pesanan yang membelinya, maka harga mulai turun.
Koreksi dapat dipengaruhi oleh peristiwa kecil tetapi cenderung disebabkan oleh faktor teknis. Misalnya, seperti pembeli yang mengalami level resistensi yang kuat, atau menipisnya volume perdagangan. Juga perbedaan negatif antara harga Bitcoin dan indikator yang mengukur momentumnya seperti Relative Strength Index (RSI).
Setelah berkenalan dengan crash dan koreksi Bitcoin, tentu saja hal yang ingin diketahui investor adalah strategi yang jitu untuk mendulang cuan dari peristiwa tersebut. Nah, biasanya, para investor dan trader aset kripto kawakan akan menyerok aset tersebut saat harganya sedang turun. Atau, istilah kerennya adalah buy the dip. Mengapa demikian?
Untuk mengetahuinya, kita harus kenali gaya berinvestasi mereka dulu, Sobat Cuan. Biasanya, para investor kakap Bitcoin (whales) menyerok raja aset kripto ini dengan tujuan melindungi nilai kekayaan, mengingat sifat Bitcoin yang tak berkorelasi dengan inflasi. Makanya, tak heran jika mereka langsung memborong Bitcoin saat harganya tengah anjlok. Sementara itu, trader pro akan memborong Bitcoin di harga murah untuk kemudian dijual kembali saat harganya menunjukkan tren peningkatan kembali.
Tapi, mengapa mereka sangat optimistis dengan Bitcoin meski harganya terkoreksi? Sebab, harga Bitcoin di jangka panjang akan menjanjikan. Seperti diketahui, Bitcoin adalah barang langka, di mana hanya terdapat 21 juta keping yang sedianya akan habis ditambang 2140 mendatang. Tentu saja, nilai suatu barang akan meningkat jika suplainya menipis, bukan?
Selain itu, permintaan Bitcoin jangka panjang juga kian digandrungi. Ini lantaran beberapa korporasi sudah melihatnya sebagai instrumen pelindung nilai. Hal ini terbukti dari beberapa korporasi yang sudah menggenggam Bitcoin sebagai instrumen investasi mereka.
Bagaimana dengan kamu nih, Sobat Cuan? Apakah tidak mau mengambil kesempatan di saat harga Bitcoin lagi turun? Agar tidak ketinggalan momentum, yuk segera investasi Bitcoin di Pluang!
Baca juga: Udah Jago Analisis Teknikal Bitcoin & Kripto? Yuk, Saatnya Belajar Analisis On-Chain!
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto Bitcoin dan Ethereum! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: Coindesk, CoinTelegraph
Bagikan artikel ini