Pertengahan minggu ini BPS merilis surplus neraca dagang nasional. Data-data perekonomian AS pun berbondong-bondong hadir pada hari ini. Selengkapnya bisa Sobat Cuan simak di rangkuman kabar hari ini!
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca dagang Juli sebesar US$2,59 miliar. Dengan demikian surplus perdagangan Indonesia Januari hingga Juli mencapai US$14,42 miliar, atau tumbuh 66,7% secara tahunan.
Meski meningkat secara tahunan, kinerja ekspor terpantau melambat dibanding Juni 2021 yang tumbuh 54,46% di periode yang sama. Sementara itu kinerja impor Januari hingga Juli tumbuh 30,46% secara tahunan.
Surplus neraca dagang mengindikasikan semakin geliatnya produksi industri dalam negeri. Indikasi itu semakin diperkuat dengan kenaikan impor barang modal, yang menunjang produktivitas sektor industri dalam negeri, sebesar 17,53% secara tahunan.
Meningkatnya ekspor akan membuat posisi ekspor netto semakin besar. Sehingga, hal itu pun bisa berdampak baik ke pertumbuhan ekonomi Indonesia nantinya.
Kementerian Keuangan memprediksi defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar 5,82% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Atau, melebihi asumsi makro yang ditetapkan, yakni 5,7%
Meski secara persentase meningkat, defisit anggaran susut Rp66,8 triliun menjadi Rp939,6 triliun dari target semula Rp1.006,4 triliun. Tingginya persentase itu disebabkan oleh PDB, yang merupakan komponen pembagi rasio tersebut, ikut susut akibat prognosis melambatnya ekonomi kuartal III.
Pelemahan ekonomi kuartal III tidak hanya membuat defisit makin lebar melainkan juga mendorong pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 3,7-4,5% PDB. Semula, target pertumbuhan ekonomi tahun ini berkisar 4,5-5,3% PDB.
Pelebaran defisit APBN akan menjadi konsiderasi lembaga pemeringkat untuk menentukan rating surat utang Indonesia. Selain itu, pelebaran defisit APBN akan menjadi acuan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan peningkatan penerimaan negara, misalnya melalui kebijakan penerimaan pajak atau penerbitan surat utang.
Kementerian Perdagangan Amerika Serikat mencatat penjualan ritel di Juli susut 1,1% secara bulanan dibanding Juni. Meski demikian, nilai penjualan ritel tetap tumbuh 15,8% dibanding Juli tahun lalu.
Penyusutan didorong oleh penjualan mobil dan rumah menyusul kekhawatiran atas lonjakan kasus COVID-19 varian delta di AS. Para ekonom berpandangan, susutnya penjualan ritel pun dapat menjadi indikasi awal melambatnya reli perekonomian AS yang moncer bulan ini.
Selain itu, terdapat juga pergeseran gaya berbelanja masyarakat AS yang semula gemar memborong toko jadi belanja daring.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi AS mungkin masih melalui jalur terjal. Sehingga, ada kemungkinan daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih dan mungkin belum menciptakan kenaikan tingkat inflasi yang tajam.
Sehingga, bank sentral AS The Fed kemungkinan tidak akan merespons kondisi itu dengan memperketat kebijakan moneternya, baik melalui jalur tapering dan kenaikan suku bunga acuan sesegera mungkin.
Baca juga: Apa Itu Kebijakan Fiskal?
Di saat yang sama, produksi manufaktur AS justru tumbuh 1,4% di Juli setelah susut 0,3% sebulan sebelumnya. Tingkat utilitas sektor manufaktur di AS juga naik 0,7% menjadi 76,1% di bulan yang sama
Data ini pun bisa memberi petunjuk mengenai alur pemulihan ekonomi AS, mengingat industri manufaktur menyumbang 11,9% dari total PDB AS. Data ini tentu saja juga akan dipantau oleh The Fed untuk menentukan langkah kebijakan moneternya selanjutnya.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Sumber: CNBC, New York Times, CNN Indonesia, Kontan, BPS
Bagikan artikel ini