Rangkuman kabar Rabu (26/1) mengulas perkembangan domestik dan mancanegara, diantaranya kepastian BI akan menahan bunga acuan di tengah aksi pengetatan moneter negara maju.
Bank Indonesia akan mempertahankan tingkat bunga acuan rendah selama inflasi tetap terjaga. Untungnya, di tengah maraknya negara-negara maju menaikkan bunga acuan dan mengetatkan kebijakan lantaran serangan inflasi, Indonesia masih mencatat tingkat inflasi 2,2% secara tahunan bulan ini.
Adapun tingkat inflasi target BI ialah 2 hingga 4%. Selama inflasi tahunan masih berada dalam kisaran tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat inflasi Indonesia masih terjaga.
Namun, Deputi Gubernur Bank Indonesia (DGBI) Dody Budi Waluyo mengurai jika bank sentral akan otomatis mengerek bunga acuan jika sewaktu-waktu inflasi mengganas.
Komunikasi yang baik terhadap arah kebijakan moneter dan indikator yang akan memengaruhi perubahan arah tersebut amat penting sebagai acuan bagi dunia usaha dan pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan di tengah ketidakstabilan global.
Jika bunga acuan dipatok rendah, idealnya bunga pinjaman dan simpanan relatif rendah sehingga masyarakat akan tergerak untuk mengambil pinjaman dan melakukan ekspansi usaha. Sehingga, rezim bunga rendah yang diambil BI diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi.
Kementerian Keuangan melaporkan total alokasi pembiayaan proyek melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) telah menembus angka Rp175,37 triliun sejak 2013 hingga 2022. Adapun jumlah proyek kumulatif yang dibiayai mencapai 4.247 proyek pada 11 kementerian/lembaga yang tersebar di 34 provinsi.
Tahun lalu saja, total proyek yang dibiayai dengan SBSN mencapai 870 proyek dengan nilai Rp29,3 triliun. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuanagn Luky Alfirman mengatakan, tingkat partisipasi SBSN dalam membiayai pembangunan terus meningkat dari tahun ke tahun.
SBSN merupakan salah satu alternatif insutrumen investasi yang tergolong berisiko rendah. Instrumen ini cocok untuk dipilih saat volatilitas tinggi seperti saat ini. Terlebih, investasi yang terkumpul akan digunakan untuk membiayai proyek pembangunan negara, sehingga utang pemerintah dalam bentuk SBSN bisa membuat ekonomi Indonesia juga ikut terdongkrak.
Baca juga: Rangkuman Kabar: Ekonomi AS Mangkel, RI Sanksi Pengusaha Bandel
International Monetary Fund (IMF) mendesak El Salvador untuk mempersempit ruang lingkup undang-undang Bitcoin guna menghapus statusnya sebagai alat pembayaran sah. Alasannya, penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran berisiko tinggi terhadap stabilitas dan integritas sistem keuangan El Salvador.
IMF berdalih, penggunaan BTC sebagai legal tender bagi suatu negara sangat mengerikan lantaran harganya yang tidak stabil. Risiko lain yang mengintai ialah munculnya tindak pidana pencucian uang dan pembiayaan terorisme.
Harga Bitcoin sendiri telah susut dari US$60 ribu per keping saat pertama kali diborong oleh pemerintah El Salvador ke level US$37 ribu per keping saat ini. Fluktuasi harga aset kripto tertua ini membuat El Salvador kini berada pada situasi yang rumit. Hal ini diperparah dengan rencana Presiden Nayib Bukele untuk menerbitkan surat utang berbasis Bitcoin guna membiayai kota bitcoin pertama di dunia.
Fluktuasi harga aset kripto membuatnya kurang ideal dijadikan mata uang legal suatu negara sebagaimana yang dilakukan oleh El Salvador. Anjuran IMF dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah lain yang berniat untuk menjadikan BTC sebagai alat pembayaran untuk melakukan studi terlebih dahulu.
Sementara bagi para hodlers, seruan IMF yang tertuang dalam laporan terbarunya dapat menjadi sentimen negatif bagi aset digital tertua yang saat ini sedang downtrend.
Setelah bank sentral AS The Fed berniat menghentikan quantitative easing dan mengerek suku bunga acuannya, ternyata banyak negara lain yang punya pemikiran serupa.
Otoritas moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS), misalnya, mengumumkan kenaikan tipis pada slope Singapore dollar Nominal Effective Exchange Rate ($SNEER) sebagai bentuk pengetatan kebijakan moneter. Tindakan itu merupakan respons atas data inflasi Singapura yakni 4% secara tahunan pada Desember, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yakni 3,8%.
Selain Singapura, Australia dan Kanada juga diperkirakan akan mengetatkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat menyusul tingginya inflasi di masing-masing negara. Biro Statistik Australia mengumumkan tingkat inflasi tahunan mencapai 3,5% sepanjang tahun lalu. Sementara Kanada mengalami inflasi tertinggi dalam 30 tahun pada bulan Desember yakni 4,8%
Tren pengetatan kebijakan moneter di negara maju akan menambah tekanan pada pasar berkembang seperti Indonesia lewat capital outflow. Di sisi lain, kebijakan ini mungkin efektif menahan laju inflasi yang terus mengganas beberapa bulan terakhir. Tapi, hasilnya, pertumbuhan ekonomi global juga bisa terhambat meski sedang mengalami pemulihan.
Download aplikasi Pluang di sini untuk investasi emas, S&P 500 dan Nasdaq index futures, serta aset kripto dan reksa dana! Harga kompetitif di pasaran, selisih harga jual-beli terendah, dan tanpa biaya tersembunyi!
Untuk investasi emas, kamu bisa melakukan tarik fisik dalam bentuk emas Antam mulai dari 1 gram hingga 100 gram. Sementara dengan Pluang S&P 500, kamu bisa berinvestasi di kontrak berjangka saham perusahaan besar di AS! Mulai dari Apple, Facebook, Google, Netflix, Nike, dan lainnya! Segera download aplikasi Pluang!
Bagikan artikel ini