Masalah tiada henti membuat Boeing mengalami kesulitan untuk bisa bangkit di tengah keterpurukan mereka. Hancurnya reputasi perusahaan manufaktur ini dapat mengancam keberlangsungan perusahaan jika perbaikan tidak segera dilakukan.
Boeing menjadi ikon kebanggaan warga AS sebagai salah satu manufaktur penerbangan yang terbesar di dunia. Persaingan utama mereka berlangsung hanya dengan Airbus, kompetitor yang berasal dari Perancis. Kini, Boeing menguasai 40.6% pangsa pasar, tertinggal dari Airbus yang menguasai 60.4%.
Market Share Boeing vs Airbus Sumber: Reuters
Jika ditelaah sejarahnya, Boeing pernah menjadi pemimpin terbesar dalam industri ini. Namun seiring persaingan yang muncul, khususnya dari Airbus, tahta Boeing perlahan semakin tergerus.Di 2024 saja, pengiriman pesawat yang dilakukan oleh Boeing cukup jauh tertinggal dari jumlah yang dikirimkan oleh Airbus. Boeing hanya melakukan pengiriman sebanyak 83 unit dimana Airbus berjumlah 142 unit.
Sumber: Statista
Penurunan performa yang dimiliki Boeing ini tak lekang dari serentetan permasalahan yang tengah menimpa perusahaan tersebut. Dan menariknya permasalahan yang muncul seolah tiada henti, membuat kepercayaan konsumen dan investor terhadap perusahaan ini seolah perlahan memudar. Bahkan, Boeing pun menyetujui untuk mengaku bersalah atas penipuan terhadap FAA (federasi penerbangan AS) pada saat proses sertifikasi Boeing 737 Max.
Pada 2018, Boeing menerima kontrak sebesar $3.9 miliar untuk membangun 2 unit pesawat 747-8 untuk digunakan sebagai Air Force One, pesawat kepresidenan AS. Pesawat tersebut awalnya dijanjikan akan selesai dan dikirim pada bulan Desember 2024, namun ternyata pengiriman tersebut harus ditunda hingga antara tahun 2027-2028.
Ted Colbert, kepala dari Boeing Defense, Space & Security mengatakan bahwa perusahaan menghadapi persoalan rantai pasok, inflasi, tenaga kerja dan permasalahan lain dalam proses produksinya. Hingga saat ini, perusahaan telah mengalami kerugian sebesar $2 miliar dalam proyek ini
Bahkan CEO mereka saat ini, Dave Calhoun menyatakan bahwa kontrak yang mereka tandatangani nilainya terlalu rendah.
Pada Januari 2024, pintu pesawat Boeing 737 Max 9 yang diterbangkan oleh Alaska Airlines terbuka beberapa menit setelah pesawat tersebut lepas landas. Meski tak ada korban jiwa dalam kejadian ini, namun banyak barang milik penumpang termasuk telepon genggam dan lain-lain tersedot keluar dari pesawat. Kejadian ini juga meninggalkan trauma bagi para penumpang yang berada dalam penerbangan tersebut.
Berdasarkan hasil investigasi, penyebab dari terlepasnya pintu pesawat saat berada diudara adalah karena tidak terpasangnya 4 baut yang seharusnya menahan pintu pesawat tetap berada pada posisinya. Ini tentu menjadi pertanyaan mengenai proses quality control dari manufaktur pesawat Boeing itu sendiri.
Pada tahun 2018 dan 2019, terjadi tragedi yang bersejarah dalam dunia penerbangan. 2 buah pesawat Boeing jatuh dan menewaskan 346 penumpang didalamnya. Pesawat Boeing 737 Max menjadi seri pesawat Boeing yang digunakan oleh maskapai Lion Air dan Ethiopian Airlines pada saat tragedi tersebut berlangsung.
Usut punya usut, rupanya sistem MCAS yang tertanam pada pesawat Boeing yang membuat terjadinya peristiwa fatal tersebut. Secara simpel, sistem MCAS menjadi sistem otomatis yang mengontrol kendali pesawat pada kondisi tertentu, dan tidak bisa dikendalikan oleh pilot. Permasalahan kemudian muncul saat sistem tersebut teraktifasi secara otomatis saat penerbangan dan pilot tidak memiliki kuasa untuk mengontrolnya.
Kejadian ini membuat diberlakukannya pelarangan terbang pesawat Boeing 737 Max di seluruh dunia dan Boeing dituntut oleh para keluarga korban. FAA juga menilai Boeing melakukan penipuan pada saat proses sertifikasi seri pesawat tersebut dan pada akhirnya menyebabkan tragedi ini terjadi
Boeing secara konsisten terus mengalami kerugian dari sejak 2019. Kerugian terbesar terjadi pada tahun 2020 di saat pandemi Covid-19 melanda. Di masa tersebut, kerugian Boeing tercatat mencapai lebih dari $11 miliar.
Dalam 2 kuartal kebelakang, Boeing juga mencatatan penurunan performa penjualan secara YoY. Pada Q1 2024, Pendapatan Boeing turun -7.54% YoY. Persentase penurunan tersebut semakin membesar dimana pada Q2 2024, pendapatan Boeing turun -14.61% YoY. Kerugian yang dialami Boeing juga melonjak dari $343 juta pada Q1 2024, menjadi $1.4 miliar pada Q2 2024.
Laba bersih Boeing. Sumber: Seeking Alpha
Kinerja keuangan Boeing juga seringkali tidak memenuhi ekspektasi dari para analis. Tercatat dalam 16 kuartal kebelakang, hanya 6 kali kinerja pendapatan Boeing melebihi ekspektasi analis. Sisanya, hasil laporan keuangan yang dicatatkan oleh Boeing dapat dibilang mengecewakan.
Boeing’s Revenue Surprise. Sumber: Seeking Alpha
Boeing, per artikel ini disusun, diperdagangkan pada harga $165.04. Harga tersebut telah turun lebih dari 60% dari puncak tertingginya yang dicapai pada tahun 2019 silam. Secara YTD sendiri, harga Boeing telah terkoreksi 34.45%, menandakan pesimisme investor terhadap perusahaan ini.
Sumber: Google Finance
Valuasi Boeing berdasarkan metrik EV/EBITDA terbilang jauh lebih tinggi dibanding peers-nya. Valuasi Boeing berada pada angka 112.12x EV/EBITDA, dibandingkan median industri yang berada pada 12.64x, 786% lebih mahal dibanding rata-rata industri. Hal tersebut menempatkan harga saham Boeing tergolong mahal pada tingkat saat ini.
Boeing masih dalam mode berjuang untuk bisa menuntaskan permasalahan yang dialaminya satu per satu. Pergantian manjemen telah dilakukan dan usaha-usaha perbaikan juga tengah dilakukan. Meski begitu, titik terang dari penyelesaian permasalahan tersebut masih belum terlihat dengan jelas. Jika Boeing berhasil melewati badai yang sedang menerpa saat ini, evaluasi untuk konsiderasi Boeing menjadi aset yang perlu dikoleksi baru menjadi lebih masuk akal.
Boeing juga sedang dalam proses pergantian kepemimpinan setelah rangkaian permasalahan yang terjadi. Dave Calhoun, CEO Boeing yang tengah menjabat sejak Januari 2020 akan digantikan oleh Kelly Ortberg. Kelly Ortberg sebelumnya merupakan CEO dari Rockwell Collins, perusahaan aerospace supplier dan efektif akan menjabat mulai dari 8 Agustus.
Ditengah kondisi yang yang sulit bagi mereka ini juga, Boeing melakukan kesepakatan untuk mengakuisisi kembali Spirit Aerosystems, supplier mereka yang sebelumnya sempat dijual ke sebuah Private Equity. Hal ini disebabkan masalah kualitas yang menimpa Boeing diklaim dari perusahaan ini, sehingga akuisisi menjadi cara bagi Boeing untuk meningkatkan pengawasan mereka terhadap proses yang dilakukan perusahaan tersebut demi menyelesaikan isu kualitas yang mereka miliki.
Meski begitu, industri penerbangan secara umum masih diperkirakan akan tumbuh dengan pesat di masa depan. Riset dari Zion Market Research menunjukkan bahwa industri penerbangan sipil akan tumbuh hingga $1.6 trilun pada tahun 2030 dengan CAGR sebesar 8.62%.
Source: Zion Market Research
Ini tentu mengisyaratkan potensi permintaan manufaktur pesawat masih akan tumbuh seiring waktu. Dan dengan Boeing menjadi pemain penting di pasar, membuat Boeing juga akan menerima manfaat dari peluang yang ada.
Bagikan artikel ini