Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Leveragearrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Informasi Terkini UntukmuBlogBerita & AnalisisPelajariKamus
bookmark

Cari berita, blog, atau artikel

Pelajari

Mengenal Zilliqa, Punggawa Teknologi ‘Sharding’ dengan Kemampuan ‘Amazing’

Mengenal Zilliqa, Punggawa Teknologi ‘Sharding’ dengan Kemampuan ‘Amazing’

0 dilihat·Waktu baca: 10 menit
mengenal zilliqa

Zilliqa adalah blockchain publik pertama yang memanfaatkan mekanisme sharding demi meningkatkan skalabilitas transaksinya. Lantas, bagaimana Ziliqa mengoperasikan jaringan serta mengimplementasikan teknologi tersebut? Simak selengkapnya di sini!

Apa Itu Zilliqa?

Zilliqa adalah platform blockchain berbasis smart contract dan sistem algoritma konsensus Proof-of-Work yang berniat menjadi pesaing jaringan Ethereum, atau umum dikenal sebagai “Pembunuh Ethereum”. 

Untuk mencapai tujuan tersebut, jaringan mendongkrak tingkat skalabilitas transaksinya dengan memanfaatkan satu mekanisme yang disebut Sharding. Bahkan, fakta uniknya, Zilliqa adalah jaringan blockchain publik pertama yang memanfaatkan teknologi tersebut!

Lantas pertanyaannya, kenapa jaringan fokus pada peningkatan skalabilitas transaksi? 

Seperti yang Sobat Cuan ketahui, jaringan blockchain populer seperti Ethereum dan Bitcoin kini mengalami masalah skalabilitas. Yakni, sebuah kondisi di mana pemrosesan transaksi di jaringan berjalan sangat lambat lantaran kapasitasnya sudah terlalu padat. 

Masalah ini muncul gara-gara membludaknya pengguna di satu jaringan blockchain tidak kunjung diimbangi dengan kenaikan ukuran jaringannya. Implikasinya, proses transaksi di jaringan menjadi lelet dan biaya transaksi semakin mahal. 

Memang, beberapa blockchain memilih untuk tidak terlalu peduli dengan isu tersebut. Namun, jika masalah skalabilitas itu dibiarkan berlarut-larut, maka pengguna dan komunitas kripto jadi malas menciptakan inovasi di jaringan tersebut.

Nah, Zilliqa tak ingin masalah yang sama melanda jaringannya. Sebab, Zilliqa beranggapan bahwa optimalisasi skalabilitas transaksi bakal membuka potensi ekonomi yang lebih besar lagi.

Tak tanggung-tanggung, dengan beramunisikan skalabilitas mumpuni, Zilliqa bahkan juga berangan-angan ingin menjadi pusat semesta kancah ekonomi terdesentralisasi dan kegiatan ekonomi kreatif.

Mengenal Sharding: Keunikan Utama Jaringan Zilliqa

Alasan Zilliqa Menggunakan Sharding

Seperti yang telah disinggung di atas, Zilliqa adalah blockchain pertama yang menggunakan teknologi Sharding untuk menciptakan skalabilitas transaksi yang mantap. Tapi, apa alasan utama jaringan memanfaatkan mekanisme itu?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Sobat Cuan perlu kilas balik ke pangkal masalah utama jaringan blockchain, yakni trilema blockchain.

Penjelasan trilema blockchain sudah dikupas dengan lengkap di artikel berikut. Namun, secara sederhananya, konsep trilema blockchain menekankan bahwa satu jaringan tidak dapat mencapai aspek desentralisasi, keamanan, dan skalabilitas di saat yang bersamaan. Akibatnya, pengembang harus merelakan satu dari tiga hal tersebut saat mengembangkan sebuah jaringan.

Sejauh ini, pengembang blockchain memang lebih memilih mengorbankan aspek skalabilitas agar memiliki aspek keamanan dan desentralisasi yang unggul. 

Hanya saja, masalah skalabilitas bisa berubah menjadi “penyakit kronis” seiring meningkatnya jumlah pengguna jaringan. Hal itu juga bisa mempersulit jaringan untuk mencapai konsensus dalam memvalidasi transaksi.

Nah, sebagai salah satu jaringan blockchain, Zilliqa pun menghadapi trilema serupa. 

Di satu sisi, Zilliqa menggunakan algoritma konsensus Proof-of-Work demi mengoptimalisasi aspek keamanan dan desentralisasi di jaringan. Sehingga, Zilliqa harus pasrah memiliki aspek skalabilitas transaksi yang tak optimal dibanding kedua faktor tersebut.

Hanya saja, Ziliqa tak mau terjebak di perkara skalabilitas transaksi. Alhasil, Zilliqa perlu memutar otak agar bisa lolos dari perkara tersebut. Nah, sebagai solusinya, Zilliqa pun akhirnya keluar dengan mekanisme pencatatan transaksi bernama Sharding.

Sharding adalah proses di mana jaringan memecah-mecah data blockchain ke kepingan-kepingan informasi yang berukuran lebih mini (shards) untuk kemudian didistribusikan, divalidasi, dan disimpan oleh beberapa komputer berbeda (nodes).

Setelah itu, masing-masing komputer akan kembali mengirimkan shard ke jaringan utama untuk kemudian digabungkan dengan shard dari nodes lainnya. 

Nah, dengan mekanisme ini, maka beban komputasi jaringan diharapkan bisa berkurang dan jaringan bisa memproses transaksi berukuran besar dengan lebih mudah.

Bagaimana Cara Kerja Sharding?

Hanya saja, kapasitas Sharding yang dilakukan Zilliqa tentu bergantung kepada ukuran jaringannya saat ini.

Secara teori, memang tidak ada batasan terkait jumlah transaksi yang mampu diproses Zilliqa per detiknya. Tetapi, secara praktiknya, kemampuan pemrosesan transaksi jaringan bakal terbatas jika hanya ada sedikit nodes yang berpartisipasi di dalamnya.

Sobat Cuan bisa menyimak penjelasan berikut untuk memahami lebih detail kondisi di atas.

Ketika menjalankan Sharding, Zilliqa akan membagi data transaksi ke dalam beberapa kelompok, atau umum disebut shard, yang beranggotakan 600 nodes untuk setiap kelompoknya. Nantinya, tiap-tiap kelompok akan memproses transaksi di jaringan Zilliqa dengan porsi yang adil antara satu dengan lainnya.

Sebagai contoh, jika jaringan Zilliqa saat ini memiliki 2.400 nodes, maka akan terdapat empat shards di jaringan. Sehingga, setiap shard akan bertanggung jawab untuk memproses 25% dari transaksi di jaringan tersebut.

Kemudian, anggap saja Zilliqa kemudian memiliki 3.000 nodes di jaringannya. Maka, jumlah shards yang terdapat di jaringan akan berkembang menjadi lima shards, sehingga masing-masing shard bertanggung jawab memproses 20% dari data transaksi di jaringan.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa beban pemrosesan jaringan akan semakin ringan jika semakin banyak nodes yang berpartisipasi. Begitu pun sebaliknya.

Bagan sederhana tentang proses Sharding. Sumber: Zilliqa

Lebih lanjut, masing-masing shard akan memproses bagian transaksinya ke dalam sebuah blok transaksi mikro bernama microblocks. Nantinya, masing-masing microblock akan digabungkan dengan microblock yang berasal dari shard lainnya dalam sebuah proses yang disebut DS Epoch.

Di dalam setiap proses DS Epoch, beberapa nodes nantinya akan dipilih secara acak untuk menjadi anggota sebuah badan yang disebut DS Committee, yakni lembaga yang mengatur tata kelola shards secara umum.

Dengan kata lain, lembaga itu akan menentukan nodes apa saja yang akan tergabung ke dalam satu shard dan jenis transaksi apa saja yang bisa diproses oleh masing-masing shard.

Setelah proses DS Epoch berakhir, maka DS Committee akan merangkai seluruh blok mikro dari setiap shard menjadi satu kesatuan utuh untuk kemudian dicatat kembali ke blockchain utama.

Perbedaan Sharding Zilliqa dengan Ethereum 2.0

Zilliqa memang jadi jaringan pertama yang menggunakan Sharding. Kendati begitu, Sharding sejatinya sudah lama hadir di kancah kripto meski memang mekanisme ini tak sepenuhnya dimanfaatkan jaringan blockchain.

Oleh karenanya, tak heran jika terdapat jaringan selain Zilliqa yang berniat menggunakan mekanisme Sharding, salah satunya adalah Ethereum 2.0. 

Namun, mekanisme Sharding kedua jaringan tersebut terbilang berbeda. Di satu sisi, Ethereum 2.0 menggunakan mekanisme State Sharding sementara Zilliqa menggunakan Network Sharding. Lantas, apa perbedaannya?

State Sharding

State Sharding adalah proses Sharding di mana seluruh data transaksi jaringan dipecah-pecah dan didistribusikan ke nodes dan shards yang terdapat di jaringan.

Proses ini memungkinkan nodes berkomunikasi satu sama lain tanpa "menindih" hasil verifikasi di blok transaksi sebelumnya. Akibatnya, jaringan diharapkan bisa menggunakan daya penyimpanan (storage) yang lebih sedikit ketika memproses satu transaksi.

Di satu sisi, tingkat skalabilitas State Sharding lebih tinggi dibanding Network Sharding. Namun, di sisi lain, State Sharding membutuhkan jumlah data mentah yang lebih banyak dibanding Network Sharding sebelum terpencar ke nodes yang terdapat di dalamnya.

Sehingga, jika terdapat satu gangguan dalam proses transaksi, maka masalah tersebut bisa berisiko membengkak jadi kegagalan jaringan total.

Network Sharding

Sementara itu, Network Sharding adalah proses pemecahan data transaksi ke dalam beberapa shards tanpa perlu mengikutsertakan catatan data jaringan secara keseluruhan. 

Nantinya, masing-masing nodes di dalam shards bisa memproses dan memvalidasi transaksi secara paralel. Meski demikian, setiap node tetap harus menyimpan satu salinan data blockchain secara utuh.

Network Sharding memungkinkan setiap shards untuk mengalami pengurangan beban komputasi seiring perkembangan ukuran jaringan. Implikasinya, proses validasi transaksi bisa berjalan secepat kilat.

Meski demikian, tentu akan ada kelemahan untuk setiap keungguklan. Dalam hal ini, kelemahan Network Sharding adalah daya penyimpanan setiap nodes yang mungkin terbatas.

Sobat Cuan mungkin menyadari bahwa daya penyimpanan setiap komputer terbilang berbeda-beda.  Kapasitas komputer yang terlalu kecil tentu akan susah memproses ukuran transaksi yang lebih besar ketika ukuran pengguna jaringan semakin menggembung. Akibatnya, ada kemungkinan komputer berdaya jumbo akan muncul sebagai penguasa proses transaksi di jaringan. 

Namun, hal tersebut tentu akan menyalahi semangat desentralisasi, sebuah prinsip yang sangat "didewakan" di industri blockchain. Nah, atas alasan itu, saat ini Zilliqa pun tengah mengkaji perpindahan dari Network Sharding menjadi State Sharding di masa depan.

Mengenal 2 Faktor Pendukung Sharding Zilliqa

Agar proses Sharding berjalan maksimal, Zilliqa pun memanfaatkan dua “pendukung” di jaringannya, yakni practical Byzantine Fault Tolerance (pBFT) dan Scilla. Berikut penjelasannya!

Practical Byzantine Fault Tolerance (pBFT)

Sejatinya, pBFT adalah mekanisme konsensus yang otomatis memvalidasi satu transaksi jika dua pertiga dari total 600 nodes di satu shards sudah sepakat untuk membentuk microblock. Jika microblock tersebut sudah tercatat di blok transaksi final, maka blok tersebut bakal menjadi rujukan atas informasi yang terdapat di blok transaksi sebelumnya.

Namun pertanyaannya, mengapa Zilliqa memanfaatkan konsensus ini jika sebelumnya sudah memanfaatkan algoritma konsensus Proof of Work?

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Zilliqa menggunakan Proof of Work demi meningkatkan aspek keamanannya. Tetapi, sistem Proof of Work Zilliqa berbeda dengan sistem Proof of Work di jaringan Bitcoin. Sebab, di jaringan Zilliqa, sistem Proof of Work tak bisa digunakan untuk mencapai konsensus dan memvalidasi transaksi lantaran fungsinya hanyalah untuk mengidentifikasi nodes.

Nah, oleh karenanya, Zilliqa kemudian menggunakan sistem Proof of Work hanya untuk mengenali komputer-komputer yang jadi validator transaksi di jaringan. Kemudian, komputer-komputer tersebut nantinya akan memfinalisasi pencatatan transaksi di jaringan menggunakan model konsensus pBFT.

Dengan sistem ini, jaringan Zilliqa bisa terhindar dari Sybil Attack, yakni bentuk peretasan di mana satu oknum tak bertanggung jawab bisa menduplikasi satu identitas demi mempengaruhi proses pengambilan keputusan di jaringan. Kemudian, di saat bersamaan, jaringan pun bisa memproses transaksi dengan kilat.

Scilla

Scilla adalah bahasa pemrograman yang digunakan Zilliqa untuk menciptakan smart contract.

Uniknya, bahasa pemrograman ini hanya digunakan di jaringan Zilliqa. Keunikan lainnya, Scilla juga mewajibkan komunitas untuk meninjau seluruh smart contract yang dihasilkan sebelum benar-benar dirilis ke publik.

Hal ini dimaksudkan agar aspek keamanan smart contract Zilliqa sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Imbasnya, smart contract Zilliqa nantinya punya aspek keamanan mumpuni agar bisa diadopsi secara luas dan aman.

Nah, keunggulan ini menjadikan Scilla sebagai bahasa smart contract pertama di jagat kripto yang melibatkan keputusan komunal di dalamnya.

Penjelasan singkat fitur Scilla. Sumber: Zilliqa

Di samping itu, berikut adalah keunggulan dari bahasa pemrograman Scilla:

  1. Scilla memiliki alat analisis statis yang bisa memeriksa bugs di smart contract sebelum diluncurkan.
  2. Scilla memiliki pustaka sendiri mengenai standar operasinya. Sehingga, pengguna Scilla tak perlu bergantung terhadap pustaka pemrograman eksternal.
  3. Bahasa pemrograman ini membedakan komponen operasional dan komputasi, sehingga bisa menghindari peretasan organisasi otonom terdesentralisasi (DAO) atau Parity.

Kelemahan & Kritik Terhadap Zilliqa

Berikut adalah keunggulan utama jaringan Zilliqa:

  1. Blockchain publik pertama yang memanfaatkan Sharding.
  2. Punya sisi skalabilitas yang unik dibanding “pembunuh Ethereum” lainnya.
  3. Didesain dengan baik plus punya pemrograman yang aman.

Sementara itu, kekurangan jaringan Zilliqa adalah:

  1. Jumlah pengguna aktif dan Total Value Locked (TVL) yang masih kecil.
  2. Sejauh ini baru berhasil menggaet pendanaan berjumlah sedikit.
  3. Pengembang membutuhkan waktu untuk belajar bahasa pemrograman Zilliqa yang lumayan asing.
  4. Tidak cocok dengan Ethereum Virtual Machine (EVM). Sehingga, aplikasi yang tercipta dari jaringan ini tidak dapat dimanfaatkan di jaringan Ethereum.
  5. Kemampuan skalabilitasnya di masa depan diragukan mengingat banyak jaringan sudah “jaga jarak” dengan algoritma konsensus Proof of Work.

Aspek Tokenomics Zilliqa

Layaknya jaringan blockchain lainnya, Zilliqa memiliki aset kripto asli yang digunakan sebagai alat pembayaran di jaringannya bernama ZIL.

ZIL memiliki total suplai sebanyak 21 miliar keping dan punya empat kegunaan utama, yakni:

  1. Sebagai insentif bagi penambang.
  2. Sebagai imbal hasil dari kegiatan staking, yang saat ini memiliki tingkat imbalan 6% per tahun.
  3. Sebagai alat pembayaran bagi biaya transaksi jaringan.
  4. Memiliki token bernama gZIL yang bisa digunakan sebagai “surat suara” dalam tata kelola jaringan. Dengan gZIL, pengguna bisa menyetujui beragam pembaruan yang bakal diimplementasi di jaringan Zillica. Sejauh ini, gZIL memiliki suplai tetap 722.000 keping dan hanya bisa didapat dengan proses staking.

Menurut whitepaper-nya, Zilliqa berniat untuk menambang 80% dari total suplai ZIL dalam empat tahun dan akan menambang sisa 20% di enam tahun berikutnya. Dengan kata lain, maka seluruh ZIL diperkirakan akan selesai ditambang pada 2027 mendatang.

Lebih lanjut, mirip seperti Bitcoin, nilai hadiah penambangan (block reward) Zilliqa juga akan menurun setiap 10 tahun sekali. 

Namun, jaringan Zilliqa memastikan bahwa nilai block reward tidak akan jatuh drastis setelah penambangan beberapa blok rampung. Dengan demikian, maka tingkat hash rate jaringan akan tetap stabil seiring penurunan reward antar waktu.

Mengenal Ekosistem Zilliqa

Dengan berbekal teknologi Sharding yang terkesan inovatif, tentu Sobat Cuan penasaran mengenai penghuni dari jagat ekosistem Zilliqa, bukan?

Anggota ekosistem Zilliqa. Sumber: Zilliqa

Nah, berikut adalah beberapa contoh produk di ekosistem Zilliqa yang tentunya menarik untuk kamu selami lebih jauh lagi.

1. Metaverse Metapolis

Metapolis adalah sebuah platform metaverse yang mengambil konsep unik yakni metaverse as a service (MaaS). Dengan demikian, protokol ini memungkinkan penggunanya untuk membangun dunia virtual sesuai apa yang mereka inginkan.

Metapolis, yang punya arti “kota Meta” dalam bahasa Yunani tersebut, didesain sebagai platform berbasis “perpanjangan realita” (Extended Reality/XR), alias perpaduan dari teknologi realitas berimbuh (Augmented Reality/AR) dan realitas maya (Virtual Reality/VR). 

Uniknya, Zilliqa merupakan satu-satunya jaringan blockchain lapisan 1 yang memiliki platform MaaS yang terintegrasi dengan teknologi XR.

Tidak seperti platform metaverse lain yang memaksa penggunanya untuk merogoh dalam kantongnya demi mengaksesnya, Metapolis malah memungkinkan penggunanya untuk menginjakkan kaki di metaverse dengan biaya yang cukup terjangkau. Meski demikian, fitur Metapolis tak kalah menarik dibanding kancah metaverse lainnya, lho!

Di dalam Metapolis, pengguna bisa memanfaatkan bangunan yang bisa didesain mandiri untuk menciptakan pengalaman metaverse-nya sendiri, seperti membuat toko digital, menyewakan real estatnya, dan menyediakan pengalaman-pengalaman lainnya. 

Tak hanya itu, Metapolis juga menyediakan sarana interaksi bagi penggunanya dalam bentuk NFT, lokapasar, play-to-earn, manekin digital, papan periklanan, dan lain-lain.

Lebih lanjut, meski berbiaya murah, Metapolis ternyata juga mampu menyediakan kualitas visual yang mumpuni. 

Asal tahu saja, Metapolis dibangun menggunakan tiga pilar teknolgi utama, yakni mesin penciptaan game tiga dimensi bernama Unreal Engine, teknologi pengembangan game antar platform Unity, dan prosesor unggul Nvidia Omniverse. Pemanfaatan ketiga teknologi ini memungkinkan Metapolis untuk menampilkan grafis yang terkesan nyata dan memungkinkan pengguna untuk berinteraksi melalui kegiatan sosial, permainan, dan lokapasar.

Intinya, melalui Metapolis, mereka yang berkantong cekak bisa mengakses dunia virtual berkualitas tinggi tanpa hambatan berarti.

Hal ini juga bisa membantu bisnis skala kecil untuk mengekspansi bisnisnya ke ranah digital melalui pemanfaatan Non-Fungible Token (NFT) dan menjangkau akses pasar yang lebih luas lagi. Pasalnya, bisnis skala kecil bisa memanfaatkan Metapolis sebagai “ajang uji coba” berbiaya murah sebelum mereka benar-benar nyemplung ke ranah digital.

Masa depan Metapolis juga terlihat menjanjikan. Tim pengembang Metapolis mengatakan telah menghimpun pendapatan di muka sebesar US$2 juta dari beberapa klien seperti waralaba eSports asal Swedia Ninjas in Pyjamas dan tim eSports Indonesia RRQ.

2. LunarCrush

LunarCrush adalah platform analisis sosial di kancah aset kripto yang paling ngetop sejagat.

Dalam operasinya, LunarCrush menghimpun sentimen umum yang tergambar di ratusan hingga ribuan unggahan media sosial untuk kemudian disimpulkan dalam format yang mudah dicerna. Saking unggulnya platform ini, sarana exchange kripto papan atas Coinbase bahkan ikut memanfaatkan jasa LunarCrush.

LunarCrush memiliki token utilitas asli bernama LUNR.

3. XCAD Network

XCAD Network adalah sarana yang memfasilitasi content creator untuk memaksimalkan monetisasi kontennya melalui tokenisasi. Implikasinya, pemirsa setia konten milik content creator tersebut bisa mendapatkan reward dalam bentuk token dan ikut menentukan isi serta substansi konten milik sang creator berikutnya.

Pemengaruh media sosial dengan jumlah pengikut jumbo seperti MrBeast dan KSI merupakan pengguna sekaligus investor dari XCAD Network.

4. HG Exchange

HG Exchange menggunakan Zilliqa untuk meningkatkan aspek keamanan penciptaan smart contract-nya, sekaligus mendapatkan skalabilitas transaksi yang mumpuni, ketika melakukan tokenisasi aset-aset berharga.

5. Xfers

Xfers bermitra dengan Zilliqa untuk menyediakan fasilitas transaksi pembayaran global stablecoin, seperti XSGD dan XIDR, yang cepat dan aman.

Ditulis oleh
channel logo

Eric Yu

Right baner

Bagikan artikel ini

Apakah artikel ini berguna untukmu?

like
like
Artikel Terkait
Right baner

Pelajari Materi Lainnya

cards
Pemula
Diversifikasi 101

Salah satu konsep penting dalam investasi adalah...

Right baner
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1

Daftar