Sobat Cuan pasti mengenal aset kripto sebagai aset dengan fluktuasi nilai tinggi. Namun ternyata, terdapat pula aset kripto dengan nilai stabil antar periode bernama Stablecoins. Lantas, seperti apa Stablecoins dan apa sih gunanya? Simak di sini!
Stablecoins adalah salah satu jenis aset kripto yang punya nilai tetap antar waktu.
Dengan kata lain, karakteristik tersebut berbeda dengan aset kripto lainnya yang punya nilai berfluktuatif. Hal ini bisa terjadi lantaran nilai Stablecoins selalu ditautkan dengan nilai aset lain, seperti mata uang fiat, portofolio mata uang (basket of currencies), atau komoditas.
Di samping itu, kehadiran Stablecoins juga dijaminkan oleh sebuah aset dasar (underlying asset) agar nilainya bisa stabil.
Sebagai contoh, Stablecoin Tether (USDT) disokong oleh nilai Dolar AS dengan perbandingan 1:1. Artinya, nilai 1 USDT harus setara dengan US$1 apapun kondisi dan waktunya. Perbandingan itu juga mengindikasikan bahwa perusahaan penerbitnya, Tether, harus menjaminkan setiap 1 keping USDT di dalam sirkulasinya menggunakan dolar AS dengan nilai US$1.
Saat ini, kancah kripto memiliki 200 jenis Stablecoins. Masing-masing koin tersebut bersifat fleksibel layaknya aset digital biasa namun punya tingkat kestabilan harga layaknya mata uang fiat.
Terdapat empat jenis Stablecoins yang hilir mudik di jagat kripto yang dibagi berdasarkan jenis aset yang dijaminkan, yakni berdasarkan mata uang fiat (Fiat-collateralized Stablecoins), berdasarkan nilai komoditas (Commodity-collateralized Stablecoins), berdasarkan aset kripto lain (Crypto-collateralized Decentralized Stablecoins), dan berbasarkan algoritma.
Lantas, bagaimana penjelasan masing-masing jenis Stablecoins tersebut?
Jenis Stablecoins ini menggunakan cadangan mata uang fiat, atau aset setara kas, untuk mempertahankan nilainya. Hanya saja, Stablecoins tersebut memiliki sifat sentralisasi lantaran koin-koin ini diterbitkan dan dikelola oleh sebuah organisasi, seperti perusahaan, bank, dan bahkan pemerintah.
Biasanya, penerbit Stablecoins menjaminkan cadangan Dolar AS miliknya demi menjaga kestabilan nilai Stablecoins satu ini. Posisi cadangan mata uang fiat yang dimiliki lembaga penerbit Stablecoins wajib menjalani proses audit oleh kantor akuntan publik (KAP) independen agar tercipta sistem tata kelola yang baik dan melindungi pemiliknya dari risiko finansial.
Nilai Stablecoins terkadang tidak harus ditautkan dengan mata uang fiat semata. Sebab faktanya, terdapat beberapa Stablecoins yang mendasarkan nilainya dengan komoditas, misalnya Tether Gold dan Pax Gold yang menggunakan emas dan indeks emas sebagai underlying asset-nya.
Berbeda dengan Stablecoins berbasis mata uang fiat, Stablecoins tipe ini memungkinkan penggunanya untuk menukar keping-keping koin tersebut dengan emas atau komoditas lainnya.
Stablecoins jenis ini menggunakan penjaminan aset berupa aset kripto lainnya agar nilainya tetap ajek.
Namun, mengingat nilai aset kripto yang lebih bergejolak dibanding mata uang fiat, maka Stablecoins ini biasanya punya nilai cadangan yang lebih besar (overcollateralized) dibanding nilai Stablecoins sesungguhnya. Hal ini dimaksudkan agar nilai Stablecoins bisa tetap stabil di tengah kondisi pasar kripto yang bergejolak.
Sebagai contoh, Stablecoin DAI milik MakerDAO mendasarkan nilainya pada Dolar AS dengan rasio penjaminan 150%. Dengan kata lain, 1 DAI yang berada di pasar disokong oleh ETH atau aset kripto lainnya dengan nilai 1,5 kali lipat lebih besar dibanding nilai satu keping DAI.
Fakta menariknya, Stablecoins jenis ini masih terbilang anak bawang di kancah kripto. Selain itu, penerbitannya tidak didukung oleh satu lembaga tertentu, namun dikelola oleh konsensus antar pengguna yang berpartisipasi di jaringan Stablecoins tersebut.
Terakhir, terdapat pula Stablecoins yang mempertahankan kestabilan nilainya menggunakan sistem manipulasi suplai berbasiskan algoritma. Bahasa sederhananya, jumlah suplai Stablecoins jenis ini bisa dimanipulasi secara otomatis menggunakan teknologi smart contract tergantung kondisi pasar saat itu.
Konsep Stablecoins berbasis algoritma memang terbilang membingungkan secara kasat mata. Namun, Sobat Cuan bisa menyimak ilustrasi sederhana berikut demi memahami Stablecoins jenis ini.
Anggap saja nilai sebuah Stablecoins berbasis algoritma tengah anjlok. Menyadari hal itu, teknologi smart contract milik Stablecoins tersebut akan mengurangi jumlah koin beredar untuk menciptakan kelangkaan pasokan. Dan sesuai hukum ekonomi, menipisnya pasokan tentu akan kembali mengerek harga koin tersebut.
Mekanisme itu terbilang masih baru dan belum terbukti mampu menjaga nilai Stablecoins secara sinambung. Apalagi, nilai Stablecoins tersebut tidak disokong oleh cadangan aset tertentu, sehingga risikonya pun terbilang tinggi.
Contoh kasus yang menggambarkan tingginya risiko Stablecoins berbasis algoritma terjadi pada Mei 2022, di mana nilai Stablecoins milik jaringan Terra, TerraUSD (UST), ambles lebih dari 60% gara-gara nilai aset kripto yang menjadi underlying asset-nya, Terra (LUNA), terjun bebas lebih dari 80%.
Karakteristik Stablecoins yang berbeda dibanding aset kripto lainnya memang terdengar menarik ya, Sobat Cuan. Namun pertanyaannya, kenapa sih komunitas kripto butuh koleksi koin satu ini?
Jawabannya cukup simpel. Stablecoins ternyata menyimpan daya guna tinggi karena ia punya nilai yang ajek namun masih menyimpan fungsi-fungsi utama teknologi blockchain.
Lantas, seperti apa kegunaan Stablecoins?
Stablecoins adalah unsur krusial dalam kancah keuangan terdesentralisasi (decentralized finance/DeFi). Pasalnya, pengguna DeFi membutuhkan Stablecoins sebagai alat tukar yang tahan gejolak untuk bertransaksi satu sama lain, misalnya pinjam-meminjam dan penyediaan likuiditas.
Dalam kegiatan pinjam-meminjam aset kripto, kreditur bisa meminjamkan Stablecoins miliknya untuk mendulang pendapatan bunga layaknya kegiatan menabung di bank konvensional.
Sebagai contoh, pengguna platform Aave bisa menabung Stablecoins seperti USDT, USDC, dan DAI dan bisa meraih pendapatan bunga antara 1% hingga 20% tergantung jenis koinnya. Nantinya, dana tabungan tersebut bisa disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada debitur yang membutuhkan.
Di sisi lain, debitur bisa menggunakan Stablecoins sebagai jaminan kredit terdesentralisasi ketika meminjam aset kripto tertentu, seperti ETH dan Stablecoins lainnya.
Penyedia likuiditas bisa menyediakan Stablecons ke kolam likuiditas (liquidity pools) yang dimiliki platform exchange terdesentralisasi. Sebagai contoh, pengguna yang memasok ke kolam likuiditas di platform Uniswap bisa mendulang pendapatan dalam bentuk sebagian kecil biaya trading jika terdapat seseorang yang melakukan trading atas Stablecoin tersebut.
Karakteristik Stablecoins yang memili nilai ternyata memberikan manfaat bagi komunitas kripto seperti berikut.
Ciri khas nilai Stablecoins yang tetap membuat banyak pelaku pasar menjadikannya sebagai aset aman (safe haven) dan pelindung kekayaan kala kondisi pasar kripto mengalami gejolak.
Trader kripto kerap menggunakan Stablecoins ketika membeli atau menjual aset kripto lainnya. Pasalnya, beberapa platform exchange tidak membebankan biaya ketika mereka ingin mengonversi Stablecoins ke aset kripto lainnya, begitu pun sebaliknya.
Di samping itu, trader juga bisa membeli Stablecoins untuk menyimpan "dananya" di ekosistem kripto dengan lebih mudah. Implikasinya, mereka pun bakal lebih gampang untuk melakukan limit order dan metode trading lainnya ketika harga aset kripto jungkat-jungkit.
Masyarakat bisa mengirim Stablecoins melalui teknologi blockchain dan tanpa melintasi bank atau lembaga perantara keuangan lainnya. Nah, hal tersebut tentu akan membuat biaya transaksi lintas batas menjadi lebih cepat dan efisien.
Transaksi Stablecoins berjalan di atas blockchain publik. Artinya, semua orang yang terlibat di dalamnya bisa mengawasi dan melihat seluruh transaksi yang ada di dalamnya.
Keunggulan ini tidak terdapat di jasa keuangan konvensional, di mana data terkait arus keluar-masuk dana yang masuk ke lembaga tersebut tersimpan di catatan yang hanya bisa diakses beberapa pihak.
Ternyata, beberapa bank sentral dunia tengah melirik mekanisme Stablecoins untuk menciptakan versi digital dari mata uangnya masing-masing, atau kerap disebut dengan Central Bank Digital Currencies (CBDC).
Contohnya adalah China dan Inggris. Kedua negara tersebut tengah menjajaki penggunaan teknologi blockchain sebagai unsur penting dari kebijakan moneter menyusul tingginya adopsi teknologi dan internet dalam kegiatan transaksi sehari-hari.
Hanya saja, sama seperti aset lainnya, Stablecoins juga memiliki risikonya tersendiri seperti tercantum di bawah ini.
Meski sifat asli aset kripto adalah desentralisasi, Stablecoins ternyata tidak memiliki karakteristik seperti demikian. Pasalnya, underlying asset atas sebuah Stablecoins tentu perlu disimpan dan dijamin oleh sebuah lembaga tertentu.
Hanya saja, hal ini menimbulkan masalah baru, yakni hanya satu lembaga saja yang berhak mengelola dan memiliki mayoritas Stablecoins. Aspek tersebut, tentu saja, menyalahi prinsip desentralisasi yang jadi semangat dasar aset kripto.
Karena sifat Stablecoins yang tersentralisasi, komunitas kripto jadi tak bisa mengawasi kondisi aktual penjaminan aset atas satu Stablecoin tertentu. Sebagai contoh, Tether sempat menghadapi tuntutan hukum lantaran nilai Stablecoin miliknya, USDT, dituduh tidak disokong oleh Dolar AS dengan rasio penjaminan 1:1.
Selain itu, munculnya Stablecoins jenis baru seperti Stablecoins berbasis algoritma, plus kasus yang menimpa UST dan LUNC seperti yang telah dijelaskan di atas, juga membuat komunitas kripto mempertanyakan aspek penjaminan Stablecoins.
Meski banyak bank sentral yang berencana mengadopsi mekanisme Stablecoins dalam CBDC, kehadiran aset kripto satu ini sejatinya tak lepas dari kritik regulator.
Kebanyakan, mereka mempertanyakan aspek keamanan Stablecoins di tengah pesatnya adopsi koin ini di sistem keuangan secara umum. Musababnya, apalagi kalau bukan minimnya regulasi yang mengatur penggunaan dan tata kelola Stablecoins.
Nah, karena masih dihujani kritik, Stablecoins dianggap masih jauh dari adopsi di dunia nyata.
Seperti yang dijelaskan di atas, terdapat lebih dari 200 Stablecoins yang wara-wiri di kancah kripto. Namun, beberapa di antaranya punya popularitas tinggi dan memiliki kapitalisasi pasar yang besar. Berikut adalah beberapa contohnya!
Rilis: November 2014
Perusahaan Penerbit: Tether Limited, British Virgin Islands
Blockchain: Omni, Ethereum, Tron, EOS, Liquid
Situs Resmi: Tether
Tether (USDT) adalah Stablecoins paling kondang. Nilai kapitalisasi pasarnya yang besar, plus usianya yang cukup tua, membuat komunitas kripto menganggapnya sebagai Stablecoins yang paling dipercaya di pasar kripto.
USDT dioperasikan oleh Tether Limited, sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan induk platform exchange kripto Bitfinex bernama iFinex. Selain itu, Tether juga menjadi lembaga yang bertanggung jawab untuk menciptakan dan menjaminkan masing-masing token USDT dengan rasio penjaminan 1:1.
Awalnya, Tether menyebut bahwa setiap USDT disokong oleh Dolar AS sebesar US$1. Namun belakangan, perseroan mengatakan telah menambah aset lain sebagai underlying asset, seperti terlihat di tabel berikut.
Rilis: September 2019
Perusahaan Penerbit: Binance, Paxos
Blockchain: BNB
Situs Resmi: BUSD
Binance USD adalah Stablecoins berbasis Dolar AS dengan rasio penjaminan 1:1. Koin ini diterbitkan oleh platform exchange kripto ngetop Binance yang bekerja sama dengan perusahaan teknologi finansial Paxos.
Rilis: Oktober 2018
Perusahaan Penerbit: Coinbase, Circle
Blockchain: Ethereum, Solana, Avalanche, TRON, Algorand, Stellar, Flow, and Hedera
Situs Resmi: USDC
USDC adalah Stablecoins besutan perusahaan platform exchange kripto pesaing sengit Binance, Coinbase, bekerja sama dengan perusahaan pembayaran Circle.
Koin ini memang dikenal konsisten dalam menjaga kesetaraan nilainya dengan Dolar AS dengan rasio penjaminan 1:1. Bahkan, beberapa firma akuntansi global top sudah memverifikasi konsistensi rasio tersebut.
Rilis: December 2017
Perusahaan Penerbit: Maker Ecosystem Growth Holdings, Inc.
Blockchain: Ethereum
Situs Resmi: Maker DAO
DAI adalah Stablecoins berkategori crypto-collateralized rilisan platform Maker.
Meski Maker menjadi perusahaan penerbit koin ini, urusan tata kelola dan penerbitan DAI sebenarnya dilakukan oleh MakerDAO. Yakni, komunitas desentralisasi yang berisikan pemilik token MKR di jaringan Maker. Sehingga, proses tata kelola dan pengendalian suplai Stablecoins tersebut bersifat transparan dan anti-sensor.
DAI mentautkan nilainya terhadap Dolar AS dengan rasio 1:1 dengan cara mengunci aset kripto di teknologi smart contract protokol Maker. Namun, mekanisme ini memiliki risiko tersendiri. Nilai tukar DAI terhadap Dolar AS bisa saja terjun bebas jika smart contract tersebut mengalami peretasan.
Bagikan artikel ini