Bank sentral Tiongkok, People’s Bank of China (PBOC), diperkirakan akan memangkas suku bunga kebijakan utama segera agar roda perekonomian negaranya bisa berjalan lebih cepat. Saat ini, LPR 1 tahun tetap di 3,1%, sementara LPR 5 tahun bertahan di 3,6%, sesuai dengan perkiraan para ekonom dalam survei Reuters. LPR 1 tahun mempengaruhi pinjaman korporasi dan sebagian besar pinjaman rumah tangga, sementara LPR 5 tahun menjadi acuan utama untuk suku bunga hipotek.
Stabilitas suku bunga ini didorong oleh tekanan pada margin bunga bank dan nilai tukar yuan di tengah melambatnya penurunan suku bunga The Fed. Namun, diprediksikan bahwa PBOC akan memangkas rasio cadangan wajib bank sebesar 50 basis poin bulan depan, serta menurunkan suku bunga 7-day reverse repo rate sebesar 40–50 basis poin sepanjang tahun ini.
PBOC telah mempertahankan 7-day reverse repo rate di 1,5% sejak pemangkasan terakhir pada September untuk melindungi yuan dari tekanan eksternal, terutama akibat ancaman tarif lebih tinggi dari AS. Namun, kebijakan ini membawa risiko bagi perekonomian karena yuan yang lebih kuat membuat impor lebih mahal di tengah lemahnya permintaan domestik.
Ekonom Lynn Song dari ING masih melihat kemungkinan pemangkasan suku bunga pada kuartal pertama 2025. "Pemangkasan lebih lanjut dapat mendorong investasi dan konsumsi," kata Song, sambil mencatat bahwa tekanan terhadap yuan telah mereda dalam beberapa pekan terakhir.
Tiongkok dijadwalkan mengumumkan target pertumbuhan ekonomi 2025 dalam pertemuan parlemen yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping pada 5 Maret mendatang. Goldman Sachs memperkirakan bahwa target pertumbuhan resmi tetap di angka sekitar 5%, sementara target inflasi akan diturunkan menjadi sekitar 2% dari 3% sebelumnya.
Gubernur PBOC Pan Gongsheng menekankan pentingnya stabilitas yuan untuk menjaga kestabilan ekonomi global. Ia juga menegaskan bahwa Beijing akan menerapkan kebijakan fiskal yang lebih proaktif serta kebijakan moneter yang akomodatif tahun ini.
Sejak kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS pada November, nilai tukar yuan offshore telah melemah hampir 2,5% terhadap dolar AS, meskipun mulai pulih dalam beberapa pekan terakhir. Pada tanggal 25 Feb 2025, yuan menguat 0,98% ke level 7,25883 per dolar AS.
USD/YUAN Chart | Sumber: Xe.com
Perekonomian terbesar kedua di dunia ini masih berjuang keluar dari krisis properti yang berkepanjangan dan lemahnya konsumsi domestik. Aktivitas manufaktur Tiongkok secara tak terduga mengalami kontraksi pada Januari, sementara sektor jasa juga melemah, sehingga menambah tekanan bagi pemerintah untuk memberikan stimulus tambahan.
Sejak kembali menjabat bulan lalu, Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan tarif 10% terhadap semua impor dari Tiongkok, di atas tarif yang sudah ada hingga 25%. Meski demikian, pasar mulai meredakan kekhawatiran terkait perang dagang setelah muncul laporan bahwa Trump mungkin akan mencapai kesepakatan luas dengan Tiongkok.
Menurut analis DBS Bank, harapan terhadap kesepakatan ini dapat membatasi pelemahan yuan lebih lanjut, meskipun pasar masih menunggu kepastian mengenai tarif tambahan dari Trump.
Selain itu, langkah-langkah stimulus PBOC juga dibatasi oleh kebijakan moneter The Fed yang lebih lambat dalam menurunkan suku bunga. Pejabat The Fed sepakat bahwa mereka perlu melihat inflasi turun lebih jauh sebelum memangkas suku bunga AS, sebagaimana tertuang dalam risalah pertemuan Januari yang dirilis Rabu lalu.
Dengan berbagai faktor ini, PBOC memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, tetapi akan tetap berhati-hati dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas mata uang.
Pemerintah China telah mempertimbangkan berbagai langkah untuk mengatasi dampak negatif dari tarif yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Namun, hingga saat ini, Bank Sentral China (PBOC) belum mengambil tindakan tersebut, meskipun telah mengisyaratkan kemungkinan pelonggaran kebijakan moneter.
Selain itu, otoritas China juga mempertimbangkan untuk melemahkan nilai tukar yuan sebagai strategi untuk membuat ekspor lebih kompetitif dan mengurangi dampak tarif AS. Langkah ini akan memungkinkan harga produk China tetap bersaing di pasar internasional meskipun dikenakan tarif tinggi.
Namun, kebijakan devaluasi yuan ini memiliki risiko, seperti potensi pelarian modal dan ketidakstabilan ekonomi domestik. Oleh karena itu, pemerintah China cenderung berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait penurunan suku bunga atau devaluasi mata uang, dan lebih memilih pendekatan yang seimbang untuk menjaga stabilitas ekonomi sambil mengatasi tantangan dari kebijakan tarif AS.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp10.000 dan hanya tiga kali klik saja! Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini