China telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi (GDP) tahun 2025 sebesar sekitar 5%, sekaligus mengumumkan berbagai langkah stimulus untuk menghadapi tekanan ekonomi domestik dan perang dagang yang semakin intensif dengan Amerika Serikat.
Pemerintah meningkatkan target defisit anggaran menjadi 4% dari GDP, naik dari 3% pada tahun sebelumnya, yang merupakan level tertinggi sejak 2010. Sebagai bagian dari strategi ini, Beijing berencana menerbitkan 1,3 triliun yuan obligasi khusus jangka panjang pada tahun 2025, meningkat 300 miliar yuan dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, tambahan 500 miliar yuan obligasi khusus akan diterbitkan untuk menopang bank-bank komersial milik negara. Langkah-langkah ini mencerminkan kebijakan fiskal yang lebih proaktif dan kebijakan moneter yang lebih longgar guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain fokus pada stimulus fiskal, pemerintah China juga menurunkan target inflasi tahunan menjadi sekitar 2%, angka terendah dalam lebih dari dua dekade, sebagai respons terhadap lemahnya permintaan domestik. Pada tahun 2024, inflasi hanya mencapai 0,2%, sementara indeks harga produsen terus mengalami penurunan selama lebih dari dua tahun berturut-turut. Perlambatan ekonomi ini juga terlihat dari sektor ritel, di mana pertumbuhan penjualan turun drastis dari 7,1% pada 2023 menjadi hanya 3,4% pada 2024. Sektor properti, yang selama ini menjadi pilar utama ekonomi China, juga mengalami kontraksi dengan investasi di sektor ini turun 10,6% sepanjang 2024.
Di tengah tantangan ekonomi tersebut, perang dagang antara China dan Amerika Serikat semakin memanas. Presiden Donald Trump baru-baru ini memberlakukan kenaikan tarif baru sebesar 20% pada barang-barang asal China, menambah daftar panjang ketegangan perdagangan antara kedua negara. Sebagai respons, Beijing membalas dengan menerapkan tarif tambahan hingga 15% terhadap beberapa produk AS mulai 10 Maret, serta membatasi ekspor ke 15 perusahaan Amerika. Selain itu, China menambahkan 10 perusahaan AS ke dalam daftar "entitas tidak dapat diandalkan," yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk berbisnis di negara tersebut. Banyak dari perusahaan ini bergerak di sektor pertahanan, kedirgantaraan, dan teknologi drone.
Meskipun ketegangan perdagangan meningkat, pemerintah China tetap menegaskan keterbukaannya untuk berdialog dengan AS, namun menolak segala bentuk tekanan atau ancaman yang dapat merugikan kedaulatan dan kepentingan ekonominya. Menurut juru bicara Kongres Rakyat Nasional China, Lou Qinjian, China ingin menyelesaikan perbedaan melalui dialog yang berbasis pada prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan, tetapi tetap akan mempertahankan kepentingan nasionalnya dengan tegas.
Selain kebijakan fiskal dan perdagangan, China juga berupaya memperkuat inovasi di sektor teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI). Presiden Xi Jinping baru-baru ini mengadakan pertemuan langka dengan beberapa tokoh industri teknologi, termasuk Jack Ma dari Alibaba dan Liang Wenfeng dari startup AI DeepSeek, untuk membahas bagaimana pemerintah dapat mendukung perkembangan sektor teknologi. Beijing menyadari bahwa AI memiliki tantangan tersendiri, terutama dalam aspek keamanan, etika, dan sosial, namun tetap menegaskan komitmennya untuk menjadi pemimpin global dalam industri ini.
Para investor kini menanti langkah lebih lanjut dari pemerintah China selama pertemuan tahunan parlemen yang berlangsung hingga 11 Maret. Pasar keuangan global akan mengamati dengan cermat apakah Beijing akan mengeluarkan kebijakan tambahan untuk merangsang ekonomi atau menyesuaikan regulasi guna menarik lebih banyak investasi di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dengan AS.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp10.000 dan hanya tiga kali klik saja! Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini