Harga emas mencapai rekor tertinggi sebesar $3.051,99 per ounce, naik signifikan dari $2.160 pada tahun 2024. Lonjakan harga ini mencerminkan meningkatnya permintaan dari investor yang mencari aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump. Sejak awal tahun, harga emas telah meningkat lebih dari 40%, didorong oleh inflasi yang terus membayangi ekonomi AS, ketidakstabilan geopolitik, serta ketidakpastian terkait suku bunga Federal Reserve.
Inflasi masih menjadi ancaman utama bagi perekonomian global. Di AS, inflasi inti tetap bertahan di atas 3,5%, sementara The Federal Reserve mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25% - 5,50%. Hal ini mendorong investor untuk mencari perlindungan terhadap pelemahan daya beli dolar, dengan emas menjadi pilihan utama. Selain itu, meningkatnya biaya hidup dan kenaikan harga barang-barang konsumsi semakin memperburuk daya beli masyarakat, mendorong lebih banyak orang untuk berinvestasi di aset yang memiliki nilai intrinsik seperti emas.
Presiden Trump kembali menerapkan kebijakan perdagangan agresif dengan memberlakukan tarif tinggi pada berbagai negara mitra dagang utama, termasuk China, Uni Eropa, dan Meksiko. Tarif impor yang diberlakukan terhadap China kini mencakup barang senilai lebih dari $500 miliar, memperburuk perang dagang yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Kebijakan ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi global dan mendorong investor untuk beralih ke aset yang lebih stabil, seperti emas.
Bank sentral global terus meningkatkan kepemilikan emas mereka sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan devisa. Sepanjang kuartal pertama 2025, bank sentral dari berbagai negara telah membeli lebih dari 1.136 ton emas, menurut data dari World Gold Council. Ini mencerminkan tren de-dolarisasi yang semakin kuat, di mana banyak negara berusaha mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan mencari aset cadangan alternatif yang lebih stabil.
Konflik yang masih berlangsung di Timur Tengah dan perang antara Rusia dan Ukraina semakin meningkatkan permintaan terhadap emas. Ketegangan antara Iran dan Israel yang meningkat sejak awal 2025 telah menyebabkan lonjakan harga minyak, yang kini mencapai $75 per barel, memperparah kekhawatiran inflasi global. Ketidakpastian di kawasan tersebut memicu gelombang pembelian emas sebagai aset safe haven untuk melindungi nilai kekayaan dari potensi risiko perang yang lebih luas.
Tidak hanya investor besar dan bank sentral, permintaan emas juga meningkat di kalangan investor ritel. Kini, emas dapat dibeli tidak hanya melalui dealer resmi tetapi juga melalui platform ritel seperti Amazon dan Walmart, di mana satu batang emas seberat 1 ons dijual dengan harga $3.122,10. Selain itu, investasi emas berbasis digital dan ETF berbasis emas juga mengalami peningkatan tajam. ETF emas terbesar di dunia, SPDR Gold Trust (GLD), mencatat arus masuk lebih dari $15 miliar dalam tiga bulan terakhir.
Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur nilai dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, turun ke level 98,5, terendah dalam hampir dua tahun terakhir. Pelemahan dolar biasanya berdampak positif terhadap harga emas karena logam mulia ini menjadi lebih murah bagi investor yang menggunakan mata uang lain.
Meskipun emas tidak memberikan keuntungan seperti dividen saham atau bunga obligasi, sejarah menunjukkan bahwa logam mulia ini tetap menjadi penyimpan nilai yang andal. Namun, ada beberapa cara berinvestasi emas yang harus dipertimbangkan, termasuk:
1. Emas Fisik – Membeli emas dalam bentuk batangan atau koin adalah metode klasik. Sebagian besar investor memilih emas dalam ukuran 1 ons atau lebih kecil, sementara beberapa miliarder dan investor institusional membeli batangan 1 kilogram yang saat ini bernilai sekitar $100.000 per batang.
2. ETF Emas – Dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) berbasis emas memungkinkan investor memiliki eksposur terhadap harga emas tanpa harus menyimpan emas fisik. Salah satu ETF yang memiliki exposure terhadap gold adalah VanEck Gold Miners ETF (GDX).
3. Kontrak Berjangka dan Opsi Emas – Investor yang lebih berpengalaman dapat memperdagangkan emas melalui kontrak berjangka di Chicago Mercantile Exchange (CME). Kontrak ini memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi harga emas tanpa harus memiliki emas fisik.
4. Saham Pertambangan Emas – Saham perusahaan tambang emas seperti Newmont Corporation (NYSE: NEM) atau Barrick Gold (NYSE: GOLD) juga menawarkan alternatif investasi dengan potensi keuntungan lebih tinggi, tetapi dengan risiko yang lebih besar.
Banyak analis percaya bahwa harga emas masih memiliki potensi untuk naik lebih tinggi. Beberapa proyeksi terbaru menyebutkan bahwa emas bisa mencapai $3.500 - $4.000 per ounce dalam 12-18 bulan ke depan, terutama jika inflasi tetap tinggi, ketegangan geopolitik terus meningkat, atau The Federal Reserve terpaksa menurunkan suku bunga lebih cepat dari yang diantisipasi.
Namun, ada risiko koreksi jangka pendek, terutama jika dolar AS menguat kembali atau jika The Fed mengadopsi kebijakan moneter yang lebih ketat. Meskipun demikian, banyak investor tetap melihat emas sebagai aset yang penting dalam portofolio mereka untuk perlindungan nilai terhadap inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
Dengan situasi global yang masih penuh ketidakpastian, emas tetap menjadi pilihan utama bagi mereka yang mencari keamanan finansial dan diversifikasi aset. Apakah Anda sudah mempertimbangkan untuk memiliki emas dalam portofolio investasi Anda?
Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto Futures, Emas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini