Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Berita & Analisis

Fenomena "Boros" Ditengah Perlambatan Perekonomian, Kok Bisa?
shareIcon

Fenomena "Boros" Ditengah Perlambatan Perekonomian, Kok Bisa?

24 Jun 2025, 1:01 AM·Waktu baca: 4 menit
shareIcon
Kategori
Fenomena "Boros" Ditengah Perlambatan Perekonomian, Kok Bisa?

“Shopping cart may give better understanding about economy than a spreadsheet..”

Pelemahan ekonomi menjadi topik yang kini disorot berbagai pihak, mulai dari kacamata pengusaha, investor, pekerja, maupun masyarakat pada umumnya. Apalagi kondisi ini terjadi baik dalam skala global maupun domestik. 

Jika dilihat secara spesifik di Indonesia, tanda pelemahan ekonomi ini tampak cukup jelas melalui 2 data utama berikut : 

Angka PMI yang menunjukkan seberapa aktif kegiatan manufaktur domestik mulai masuk ke zona kontraktif sejak April – May 2025 (PMI <50). Kondisi ini menggambarkan bahwa produksi sedang menurun yang salah satunya dipengaruhi oleh melambatnnya permintaan konsumen. 

Di sisi lain, kondisi deflasi bulanan yang kini menjadi ‘langganan’ dapat menjadi konfirmator lesunya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Pelemahan ini tergolong broad-based karena mencakup seluruh segmen pengeluaran. 

Menariknya, di tengah kondisi ekonomi yang cenderung melemah, terdapat beberapa fenomena menarik, misalnya : 

  • Konser tiket tetap ramai dan bahkan banyak orang rela war. 
  • Penjualan IPhone 16 juga masih disambut hangat oleh konsumen.
  • Menjamurnya berbagai olahraga yang membutuhkan investasi besar, misalnya padel, tenis, pilates, dan lainnya.
  • Boneka Labubu yang harganya sempat mencapai UMR Jakarta juga masih diminati banyak orang. 

Artinya, ada mismatch antara narasi pelemahan ekonomi dengan kondisi lapangan yang terjadi. Hal inilah yang ditangkap oleh satu teori yang disebut sebagai Lipstick Index. 

Knowing What’s Behind Lipstick Index?

Lipstick Index secara sederhana menjadi indeks yang menggambarkan bahwa ada kecenderungan naiknya konsumsi atas barang kecil yang dianggap sebagai kemewahan terjangkau (affordable luxury)  ketika ekonomi sedang lesu.

Teori ini diperkenalkan oleh Leonard Lauder dengan berkaca pada fenomena di AS ketika momen resesi pada awal 2000-an akibat Dot Com Bubble. 

Saat 1999-2000, Beauty & Personal Care serta Lipstick mengalami kenaikan sales dan kembali turun saat ekonomi pulih. 

Sebaliknya, saat krisis 2008-2009, penjualan nail polish yang menjadi juara. 

Fenomena ini sebenarnya cukup masuk akal mengingat saat ekonomi memburuk, maka konsumen lebih memilih dan beralih ke pengeluaran lebih kecil dan terjangkau yang tetap memberikan kepuasan psikologis. Ujung-ujungnya, keinginan untuk bertahan menjadi alasan utama.

In fact, selain Lipstick Index, masih ada beberapa indeks lainnya yang memiliki fungsi serupa, antara lain : 

  • Hamburger Index, yang membantu untuk tracking seberapa banyak orang yang beralih dari makan di restoran ke konsumsi fast food yang umumnya lebih murah. 
  • Nail Polish Index, yang menjadi salah satu ‘variasi’ dari Lipstick Index di mana kemewahan tetap dapat diperoleh dengan harga yang jauh lebih terjangkau. 
  • Big Mac Index, yang diperkenalkan oleh The Economist dan menggambarkan perbedaan daya beli (purchasing power parity/PPP) antar negara dengan menggunakan harga burger Big Mac. 

How’s Indonesia?

Tren pergeseran bentuk konsumsi sebenarnya juga tampak terjadi di Indonesia yang tercermin dari beberapa aktivitas. Bahkan tak sedikit orang yang berusaha membandingkan antara pengeluaran untuk stuff vs experience. 

Seiring dengan era teknologi dan digital yang berkembang sangat cepat, definisi ‘kemewahan terjangkau’ mulai bergeser ke beberapa bentuk : 

  • Produk Digital, misalnya langganan streaming dan aplikasi berbayar serta pembelian item eksklusif dalam permainan online. 
  • Tiket Konser, tak hanya untuk konser music namun juga pertunjukan teater ataupun komedi (mis.Stand Up Comedy) yang juga diburu. 
  • Olahraga, yang kini sangat variatif mulai dari lari, tenis, yoga, pilates dan yang terbaru yakni padel.

Mengutip studi dari  Playtomic (2024), sudah ada 43k padel court pada 2023 dan dapat menjadi ~70k pada 2026. 

  • Cosmetic, yang kini lebih didominasi oleh kehadiran berbagai local brands , mulai skincare hingga pelengkap lainnya. 

Lantas, apa saja unusual consumer index yang bisa dipantau di Indonesia? Untuk menjawab hal ini, akan ada 2 kategori yaitu index yang menggambarkan downtrading dan index yang menggambarkan kemewahan terjangkau : 

Downtrading : 

  • Warteg Index, yang mana jika diamati kini sangat banyak bermunculan Warteg Sederhana di area padat penduduk. Hal ini didukung pula oleh biaya franchise yang relatif masih terjangkau (~Rp 130 -150 juta).
  • Warung Madura Index, yang mana kini cukup banyak bermunculan warung  kelontong yang dibangun di lahan kosong dan menjadi satu dengan rumah tinggal. Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa ada permintaan dan preferensi bagi konsumen memilih berbelanja di warung kelontong dibandingkan mini market dengan harga lebih mahal.
  • Makanan dan Minuman Keliling Index, yang awalnya hanya sebatas kopi keliling seharga Rp 8.000/cup, kini mulai bermunculan brand kopi besar yang turut serta  sekaligus minuman lain (tebu, teh, jus, dll..) maupun makanan berat (nasi). 

Affordable Luxury : 

  • Healing Activity Index, yang terlihat dari kemunculan aktivitas unik dan bertujuan untuk healing, misalnya melukis dengan harga/sesi Rp 250k – 500k ataupun baking dengan harga/sesi Rp 300k – 600k.
  • Sport Activity Index, yang tercermin dari hype padel dengan biaya investasi minimal (alat, pelatih, sewa lapangan, sepatu, dll) senilai Rp ~10 juta ataupun olahraga lainnya. 

Namun, di balik itu semua sebenarnya consumption discreationary index lebih bersifat temporer mengingat fenomena ini muncul untuk bertahan dan menjaga kesehatan finansial serta mental. 

Tapi momentum tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis ataupun investor di real business maupun stock market untuk mendulang keuntungan. Beberapa saham yang berkaitan dengan fenomena ini sekaligus diuntungkan, misalnya : 

  • Nike Inc. (NKE), 
  • Lululemon Athletica Inc. (LULU)
  • Walt Disney Company (DIS)
  • Live Nation Entertainment Inc. (LYV)

Transaksi Saham Nike di Sini!

Transaksi LULU di Sini!

Beli Saham Disney di Sini!

Beli Saham LYV di Sini!

In the end, perilaku konsumen secara nyata menjadi gambaran yang lebih tepat dan cepat dibandingkan hanya melihat headline berita ataupun bergantung pada rilis GDP secara periodik.

Investasi dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto FuturesEmas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Ditulis oleh
channel logo

Marcella Kusuma

Right baner

Marcella Kusuma

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait
pluang insight
Pluang Insight: Lahan Virtual, Proyek Menggiurkan atau Bakal Gagal Total?
news card image
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1