“Shopping cart may give better understanding about economy than a spreadsheet..”
Pelemahan ekonomi menjadi topik yang kini disorot berbagai pihak, mulai dari kacamata pengusaha, investor, pekerja, maupun masyarakat pada umumnya. Apalagi kondisi ini terjadi baik dalam skala global maupun domestik.
Jika dilihat secara spesifik di Indonesia, tanda pelemahan ekonomi ini tampak cukup jelas melalui 2 data utama berikut :
Angka PMI yang menunjukkan seberapa aktif kegiatan manufaktur domestik mulai masuk ke zona kontraktif sejak April – May 2025 (PMI <50). Kondisi ini menggambarkan bahwa produksi sedang menurun yang salah satunya dipengaruhi oleh melambatnnya permintaan konsumen.
Di sisi lain, kondisi deflasi bulanan yang kini menjadi ‘langganan’ dapat menjadi konfirmator lesunya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Pelemahan ini tergolong broad-based karena mencakup seluruh segmen pengeluaran.
Menariknya, di tengah kondisi ekonomi yang cenderung melemah, terdapat beberapa fenomena menarik, misalnya :
Artinya, ada mismatch antara narasi pelemahan ekonomi dengan kondisi lapangan yang terjadi. Hal inilah yang ditangkap oleh satu teori yang disebut sebagai Lipstick Index.
Lipstick Index secara sederhana menjadi indeks yang menggambarkan bahwa ada kecenderungan naiknya konsumsi atas barang kecil yang dianggap sebagai kemewahan terjangkau (affordable luxury) ketika ekonomi sedang lesu.
Teori ini diperkenalkan oleh Leonard Lauder dengan berkaca pada fenomena di AS ketika momen resesi pada awal 2000-an akibat Dot Com Bubble.
Saat 1999-2000, Beauty & Personal Care serta Lipstick mengalami kenaikan sales dan kembali turun saat ekonomi pulih.
Sebaliknya, saat krisis 2008-2009, penjualan nail polish yang menjadi juara.
Fenomena ini sebenarnya cukup masuk akal mengingat saat ekonomi memburuk, maka konsumen lebih memilih dan beralih ke pengeluaran lebih kecil dan terjangkau yang tetap memberikan kepuasan psikologis. Ujung-ujungnya, keinginan untuk bertahan menjadi alasan utama.
In fact, selain Lipstick Index, masih ada beberapa indeks lainnya yang memiliki fungsi serupa, antara lain :
Tren pergeseran bentuk konsumsi sebenarnya juga tampak terjadi di Indonesia yang tercermin dari beberapa aktivitas. Bahkan tak sedikit orang yang berusaha membandingkan antara pengeluaran untuk stuff vs experience.
Seiring dengan era teknologi dan digital yang berkembang sangat cepat, definisi ‘kemewahan terjangkau’ mulai bergeser ke beberapa bentuk :
Mengutip studi dari Playtomic (2024), sudah ada 43k padel court pada 2023 dan dapat menjadi ~70k pada 2026.
Lantas, apa saja unusual consumer index yang bisa dipantau di Indonesia? Untuk menjawab hal ini, akan ada 2 kategori yaitu index yang menggambarkan downtrading dan index yang menggambarkan kemewahan terjangkau :
Downtrading :
Affordable Luxury :
Namun, di balik itu semua sebenarnya consumption discreationary index lebih bersifat temporer mengingat fenomena ini muncul untuk bertahan dan menjaga kesehatan finansial serta mental.
Tapi momentum tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis ataupun investor di real business maupun stock market untuk mendulang keuntungan. Beberapa saham yang berkaitan dengan fenomena ini sekaligus diuntungkan, misalnya :
In the end, perilaku konsumen secara nyata menjadi gambaran yang lebih tepat dan cepat dibandingkan hanya melihat headline berita ataupun bergantung pada rilis GDP secara periodik.
Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto Futures, Emas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini