January Effect adalah fenomena pasar modal yang menunjukkan kenaikan harga saham dalam dua minggu pertama bulan Januari. Pola ini sering dikaitkan dengan peningkatan aktivitas perdagangan setelah liburan, optimisme investor di awal tahun, serta aksi beli yang meningkat dari investor ritel dan institusional.
Fenomena ini sering dimanfaatkan oleh trader dan investor untuk mencari peluang keuntungan. Namun, tidak selalu terjadi setiap tahun dan dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi serta sentimen pasar. Adapun January Effect disebabkan karena beberapa hal seperti :
Pada Bulan Januari 2025, terdapat beberapa indeks yang merasakan adanya Januari Effect, misalnya seperti Dow Jones Indices yang berhasil naik 5.08% selama trading days bulan januari. Di lain sisi, IHSG (bursa indonesia) merupakan indeks yang paling underperform diantara komparasi SPX, DJI, NASDAQ, KOSPI (bursa korea), HSI (bursa shanghai), FTSE (bursa inggris), Nikkei (bursa jepang), yakni dengan pertumbuhan -0.75% selama bulan Januari.
Bursa Amerika lainnya seperti NASDAQ dan S&P500 berhasil membukukan gain sebesar 2.4% dan 2.93%. Indeks Amerika yang memiiki big caps berupa saham tekonologi sempat mengalami koreksi yang cukup dalam dengan adanya kehadiran DeepSeek AI. Bahkan pada saat berita tersebut rilis, NVIDIA sempat anjlok 17% atau nilai kapitalisasi pasarnya turun US$ 589 miliar.
Sebuah studi yang menganalisis data harga saham dari tahun 1904 hingga 1974 menemukan bahwa tingkat imbal hasil pada Januari lima kali lebih besar dibanding bulan-bulan lainnya pada tahun itu. Saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar mini adalah penikmat utama dari fenomena ini.
Hal itu kemudian dikonfirmasi oleh firma investasi Salomon Smith Barney. Firma itu melakukan studi analisis data dari 1972 hingga 2002 dan menemukan bahwa pertumbuhan nilai saham-saham kapitalisasi kecil selalu mengalahkan saham-saham berkapitalisasi besar.
Pada bulan itu, rata-rata harga saham meningkat sebesar 0,82% di Januari, namun harga saham-saham ini kemudian berkinerja buruk selama sisa tahun tersebut. Data menunjukkan bahwa January Effect menjadi semakin tidak penting.
Seorang mantan Direktur dari Vanguard Group, Burton Malkiel, juga mengkritik January Effect. Ia menyebut bahwa January Effect adalah omong kosong. Sebab, fenomena seperti itu tidak memberikan investor secuil peluang yang dapat diandalkan.
Dia juga menyatakan bahwa January Effect memilki dampak yang begitu kecil sehingga biaya transaksi yang diperlukan untuk mengeksploitasi hal tersebut pada dasarnya membuatnya tidak menguntungkan.
Setelah memahami faktor-faktor penyebabnya, maka saatnya kamu memahami strategi memanfaatkan January Effect.
Fokus pada saham-saham perusahaan yang rutin membayar dividen pada akhir tahun. Strategi ini dapat menjadi langkah cerdas karena pembagian dividen sering kali menjadi pemicu January Effect pada suatu emiten.
Portofolio diversifikasi portofolio dapat membantu mengurangi risiko dalam berinvestasi saham. Jangan pernah menaruh seluruh modal ke dalam satu saham saja. Dengan diversifikasi, risiko kerugian dapat diminimalkan jika terjadi pergerakan pasar yang tidak sesuai harapan.
Melakukan analisis fundamental dan teknikal pada saham merupakan hal wajib bagi seluruh investor, termasuk saat periode January Effect. Tanpa analisis yang matang, investasi bisa berisiko tinggi dan lebih menyerupai spekulasi semata.
Download aplikasi Pluang untuk investasi Saham AS, emas, ratusan aset kripto dan puluhan produk reksa dana mulai dari Rp10.000 dan hanya tiga kali klik saja! Dengan Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena seluruh aset di Pluang sudah terlisensi dan teregulasi. Ayo, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini