Indeks S&P 500 dalam denominasi emas telah jatuh ke titik terendahnya sejak pandemi 2020. Rata-rata rasio indeks terhadap emas pada bulan Maret 2025 turun ke sekitar 1,9x, dibandingkan dengan 2,3x pada Desember 2024 dan puncak siklus sebesar 2,5x pada Februari 2024. Selama guncangan pasar akibat Covid-19 antara Maret hingga September 2020, rasio ini sempat bertahan sedikit di atas 1,7x, menandakan bahwa saat ini pasar kembali menghadapi tekanan yang serupa.
Faktor utama yang mendorong tren ini adalah melemahnya data ekonomi AS serta meningkatnya ketidakpastian dalam kebijakan domestik dan luar negeri. Ketidakpastian ini telah mendorong investor untuk mencari aset safe-haven, dengan permintaan emas melonjak drastis di tengah kekhawatiran terhadap kemungkinan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS, inflasi yang masih tinggi, serta meningkatnya premi volatilitas makroekonomi. Hal ini juga sejalan dengan sinyal pasar yang tercermin dalam Summary of Economic Projections (SEP) yang baru saja dirilis dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Maret 2025.
Namun, masih menjadi pertanyaan apakah pergerakan pasar ini mencerminkan tanda peringatan nyata bagi ekonomi AS dan global, atau hanya sekadar anomali sementara akibat perubahan posisi investor. Meskipun harga emas telah mencatat kenaikan 27,2% secara nominal dan 21,4% secara riil pada tahun 2024, outlook tahun 2025 tetap positif. Hal ini terutama karena saham-saham kapitalisasi besar AS belum mengalami koreksi sejak tahun 2023 dan tetap berada dalam tren bull market sepanjang tahun 2024. Dengan kondisi ini, investor masih cenderung optimis terhadap prospek emas di tahun mendatang.
Kenaikan harga emas sebesar 15% sejak awal tahun 2025, yang mendorong harga emas spot ke level lebih dari $3.000 per ons, didorong oleh kombinasi faktor fundamental fisik dan faktor keuangan. Beberapa elemen utama yang telah mendukung harga emas adalah:
Namun, faktor yang paling signifikan di tahun 2025 adalah masuknya kembali dana besar ke dalam ETF emas. Investor Barat, yang sebelumnya menjalani siklus pengurangan kepemilikan emas selama 3,5 tahun, kini mulai kembali menambah kepemilikan emas fisik melalui ETF. Ini adalah kali pertama sejak tahun 2020 terjadi perubahan arah signifikan dalam arus investasi emas melalui ETF.
Perubahan ini menciptakan guncangan permintaan agregat yang besar, dengan estimasi total pergeseran lebih dari 400 ton dibandingkan dengan tahun 2023. Jumlah ini setara dengan 11-12% dari total pasokan tambang emas utama yang diproyeksikan pada tahun ini.
Untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19, investor AS kini menjadi pemimpin utama dalam gelombang akumulasi emas. Hal ini mencerminkan perubahan komposisi permintaan emas global, dengan investor institusional AS mulai memasukkan emas sebagai bagian penting dalam strategi investasi mereka.
Perubahan ini menunjukkan narasi baru dalam perdagangan emas bullish, yang dipicu oleh berkurangnya kepercayaan terhadap keunggulan ekonomi AS (US exceptionalism) di tahun 2025. Permintaan emas yang meningkat ini mencerminkan meningkatnya kebutuhan akan:
Sementara itu, meskipun permintaan dari bank sentral negara berkembang dan sektor ritel China diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tren 2024, peningkatan pembelian emas oleh investor AS melalui ETF dapat menjadi pendorong utama yang menjaga harga emas tetap tinggi di 2025.
Dengan situasi makroekonomi yang semakin tidak menentu, emas sekali lagi menegaskan perannya sebagai aset lindung nilai utama, dengan permintaan yang kini didorong oleh perubahan perilaku investasi dari Barat. Jika tren ini terus berlanjut, maka emas dapat tetap berada di jalur bullish sepanjang tahun ini.
Goldman Sachs menaikkan proyeksi harga emas untuk akhir 2025 menjadi $3.300 per ons, naik dari perkiraan sebelumnya $3.100. Kenaikan ini didorong oleh arus masuk ETF yang lebih kuat dari perkiraan serta permintaan berkelanjutan dari bank sentral, menurut catatan riset bank investasi tersebut.
Goldman juga meningkatkan kisaran proyeksinya menjadi $3.250-$3.520, dari sebelumnya $3.100-$3.300.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengadakan pertemuan pada 18-19 Maret 2025 untuk mengevaluasi kondisi ekonomi AS dan menyesuaikan kebijakan moneter sesuai dengan perkembangan terbaru. Dalam keputusan yang diambil secara bulat, Komite memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan federal di kisaran 4,25-4,5%, mencerminkan pendekatan hati-hati terhadap arah kebijakan moneter.
Dalam pembaruan proyeksi ekonomi, FOMC mengisyaratkan adanya perlambatan yang lebih halus dalam prospek pertumbuhan ekonomi, dengan beberapa revisi utama sebagai berikut:
Pasar saham merespons positif terhadap keputusan FOMC dan proyeksi ekonomi yang lebih moderat. Indeks S&P 500 naik 1,1%, mencerminkan kepercayaan baru di kalangan investor terhadap stabilitas kebijakan moneter dan prospek pertumbuhan. Indeks Nasdaq, yang didominasi saham teknologi, mencatat kenaikan lebih besar sebesar 1,4%, didorong oleh reli pada saham-saham teknologi utama.
Kenaikan ini mencatatkan beberapa pencapaian penting:
Kombinasi antara kebijakan moneter yang stabil, perkiraan pertumbuhan ekonomi yang masih positif, serta ketahanan sektor teknologi telah memberikan dorongan bagi pasar saham, setidaknya dalam jangka pendek. Namun, para pelaku pasar tetap akan mencermati arah kebijakan moneter ke depan dan potensi risiko makroekonomi yang dapat memengaruhi sentimen investor.
Spread obligasi high yield, yang diukur sebagai selisih imbal hasil terhadap obligasi Treasury dengan durasi setara, sering dianggap sebagai indikator awal dari tekanan ekonomi. Dalam beberapa krisis besar, seperti Krisis Keuangan Global 2008 dan pandemi Covid-19, lonjakan spread menjadi tanda meningkatnya risiko ekonomi.
Namun, pada Maret 2025, spread high yield tetap berada di dekat level historis terendah, menunjukkan bahwa investor masih mengabaikan potensi risiko resesi yang semakin meningkat.
Bukan berarti tidak ada pergerakan sama sekali. Ketidakpastian ekonomi baru-baru ini dan kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan telah menyebabkan spread melebar 63 basis poin sejak 19 Februari 2025. Meskipun demikian, angka ini masih lebih rendah dibandingkan rata-rata jangka panjangnya, yang mengindikasikan bahwa pasar belum sepenuhnya memperhitungkan risiko ekonomi yang lebih besar.
Selama periode satu bulan terakhir, pasar saham mengalami penurunan signifikan sekitar 9%, mencerminkan meningkatnya kekhawatiran investor. Namun, pasar obligasi high yield justru menunjukkan ketahanan yang lebih besar, dengan penurunan hanya 0,56%.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun ada indikasi perlambatan ekonomi, pasar obligasi berisiko tinggi belum mengalami tekanan besar seperti yang terlihat dalam resesi sebelumnya. Hal ini bisa mengindikasikan dua hal:
Namun, jika ketidakpastian ekonomi terus meningkat, ada potensi bahwa spread high yield dapat melebar lebih lanjut, yang bisa menjadi sinyal bahaya bagi pasar keuangan secara keseluruhan.
Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto Futures, Emas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini