Investasi

down-icon
item
Investasi di pasar terbesar dunia dengan Saham AS

Fitur

down-icon
support-icon
Fitur Pro untuk Trader Pro
Temukan fitur untuk menjadi trader terampil

Fitur Proarrow-icon

support-icon
Dirancang untuk Investor
Berbagai fitur untuk investasi dengan mudah

Biaya

Keamanan

Akademi

down-icon

Lainnya

down-icon
item
Temukan peluang eksklusif untuk meningkatkan investasi kamu
support-icon
Bantuan

Hubungi Kami

arrow-icon

Pluang+

Berita & Analisis

Dampak Defisit Fiskal AS Terhadap Saham dan Obligasi
shareIcon

Dampak Defisit Fiskal AS Terhadap Saham dan Obligasi

9 Jul 2025, 10:06 AM·Waktu baca: 4 menit
shareIcon
Kategori
Dampak Defisit Fiskal AS Terhadap Saham dan Obligasi

When America sneezes, the world is getting cold.. 

Kekuatan ekonomi AS kembali diuji pasca Covid-19 dan risiko hard landing akibat kenaikan suku bunga AS secara signifikan hingga menyentuh 5.5% (Juli 2023). Test kali ini berasal dari efek kebijakan Trump yang berpotensi membuat fiskal defisit AS melebar hingga ~6% pada 2025. 

Worth to note, nilai utang AS  telah mencapai $36.1Tn (Desember 2024) dan telah melebihi batas debt ceiling yang telah ditetapkan yakni $34.1Tn. Hal ini membuat Treasury (Menteri Keuangan) AS harus menggunakan ‘senjata terakhir’ nya yakni Extraordinary Measures sebesar $338bn yang kini telah terpakai 60% dan hanya tersisa sebesar $133bn sebagai tambahan untuk cadangan kas. 


Kondisi inilah yang menjadikan ekonomi AS tidak sekuat yang dibayangkan investro dan bahkan bisa menimbulkan berbagai risiko jangka panjang, salah satunya defisit fiskal yang melebar. 

Miskonsepsi yang sering terjadi adalah pemikiran bahwa pelebaran fiskal defisit adalah hal yang diperlukan sebagai salah satu stimulus ekonomi. Padahal, ketika defisit terlalu lebar dan tidak terkendali, ada hidden impact yang dapat memengaruhi kepercayaan investor terhadap pasar keuangan, baik saham maupun obligasi. 

A closer look to the growing US Fiscal Deficit

Fiscal deficit secara sederhana merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran Pemerintah. As a matter of fact, AS telah berada dalam kondisi defisit fiskal sejak tahun 2001 sebesar US$ 0.13Tn dan kemudian terus membesar hingga mencapai $1.83Tn pada 2024.

Bahkan AS pernah mengalami defisit fiskal terbesar pada 2020 yakni $3.13Tn yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 

  • Paket stimulus Covid-19 yang agresif
  • Melonjaknya pendanaan militer dan pertahanan 
  • Bertambahnya biaya untuk social security, medicare dan medicaid
  • Berkurangnya pendapatan karena penurunan tarif pajak

Walaupun defisit fiskal 2024 telah turun signifikan dibandingkan 2022, namun sebenarnya risiko m terhadap ekonomi AS belum sepenuhnya hilang. Melansir dari The Congressional Budget Office (CBO), terdapat beberapa proyeksi terhadap ekonomi AS yang wajib diantisipasi investor: 

 Salah satu yang menjadi sorotan adalah potensi Debt to GDP ratio mencapai 130% pada 2025 yang disebabkan berkurang pendapatan pajak dan naiknya beban untuk menanggung masyarakat AS.

CBO memproyeksikan defisit fiskal 2025 mencapai $1.9Tn atau setara 6.2% PDB sehingga kumulatif defisit sepanjang 2026 - 2035 diperkirakan mencapai $21Tn (rerata 5.8% PDB). 

Kondisi defisit ini akan terus berlanjut hingga waktu tak terbatas selama pendapatan (revenue) terus berada di bawah pengeluaran (outlays). Bahkan, jika kebijakan Trump untuk memangkas pajak badan dan perorangan diterapkan, maka hal ini bisa menambah defisit hingga $4Tn dalam 10 tahun mendatang jika tak ada offset (misal dari kenaikan tarif, dll..)

Hal inilah yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi AS dan diperkirakan menjadi 1.9% pada 2025. 

Impact on the Bond Market

1. Suku bunga dan bond yield cenderung naik

Kondisi defisit fiskal cenderung mendorong Pemerintah untuk menarik utang lebih banyak, salah satunya dengan menerbitkan obligasi untuk menutupi pengeluarannya. Ketika bond supply naik, maka… 

  • Bond yield cenderung meningkat karena investor akan menuntut imbal hasil yang lebih tinggi,
  • Borrowing costs untuk para pebisnis dan rumah tangga juga cenderung naik karena suku bunga relatif ditahan tinggi, 
  • Likuiditas jadi lebih ketat sehingga aliran dana ke private company terhambat.

Untuk saat ini, US Treasury yield berada di level 4.49% dan sempat mencapai 4.75% yang mengindikasikan bahwa investor menilai ada risiko ketidakpastian cukup tinggi di pasar. 

2. Risiko Sovereign Debt Crisis meningkat 

Defisit fiskal yang berkelanjutan dan cenderung melebar akan membuat investors’ trust secara global menurun. Risiko terbesarnya adalah potensi penurunan credit rating bagi AS seperti yang sempat terjadi pada 2023 silam oleh Fitch. 

Dampak negatif dari defisit fiskal tak hanya dirasakan oleh pasar obligasi, namun juga pasar saham.

Impact on the Stock Market

Selain volatilitas pasar saham yang meningkat, salah satu risiko lain yakni turunnya proyeksi earnings dari para pebisnis. Ketika suku bunga pinjaman relatif masih tinggi, maka hal ini sangat berdampak bagi para pebisnis (khususnya perusahaan dengan porsi utang cukup tinggi) yang berujung pada tertekannya marjin laba. 

Sebagai efeknya, ketika earnings yield diestimasikan turun sementara aset obligasi menawarkan yield yang masih menarik, maka ada potensi bagi investor untuk lebih memilih aset obligasi dibandingkan saham. 

Winners and Losers during High Fiscal Deficits era

Walaupun kondisi defisit fiskal membuat prospek pertumbuhan ekonomi relatif terbatas, sebenarnya ada beberapa sektoral yang cenderung tetap solid dan menarik untuk dilirik investor : 

  • Defense & Infrastructure: Biasanya pengeluaran Pemerintah akan difokuskan untuk kebutuhan pertahanan dan infrastruktur yang tujuannya melindungi ekonomi. 
  • Healthcare & Pharma: Mempertimbangkan kebijakan Trump yang masih tetap memprioritaskan Social Aid, maka sektor ini relatif tetap diuntungkan. 
  • Commodities & Energy: Di tengah suku bunga yang relatif masih tinggi dan potensi terjadinya reflasi, maka komoditas menjadi pilihan yang tak boleh dilewatkan oleh investor. 

Sebaliknya, ada beberapa sektor yang cenderung tertekan, antara lain : 

  • Technology Stocks : Karena cenderung sensitif terhadap kenaikan suku bunga dan biaya pinjaman yang tinggi 
  • Consumer Discretionary : Kondisi inflasi membuat biaya hidup cenderung naik dan dan menggerus buying power dari konsumen. 

Investment Strategies Amidst High Fiscal Deficits

Menyikapi kondisi ini, ada beberapa strategi investasi yang dapat diterapkan oleh investor, yaitu : 

  • Memperbesar porsi dividend stocks,
  • Melakukan diversifikasi ke obligasi atau aset alternatif lain misalnya emas ataupun cryptocurrency
  • Fokus pada perusahaan yang ‘berkualitas’ dan tercermin dari ketahanan kondisi keuangan ataupun alokasi capex yang tetap dijaga guna melakukan ekspansi. 

Investasi dengan Aman di Pluang!

Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto FuturesEmas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!

Ditulis oleh
channel logo

Marcella Kusuma

Right baner

Marcella Kusuma

Bagikan artikel ini

Artikel Terkait
pluang insight
Pluang Insight: Lahan Virtual, Proyek Menggiurkan atau Bakal Gagal Total?
news card image
no_content

Trading dan Investasi dengan Super App Investasi  #1