China kembali menjadi sorotan investor terutama setelah terpilihnya kembali Trump sebagai presiden AS ke-47. Pasalnya, perang tarif antara AS dan China terjadi lagi, bahkan dengan skala tarif yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Di sisi lain, ekonomi China yang sejak tahun 2020 hingga kini masih belum pulih sepenuhnya mulai kembali menarik perhatian investor. Pasalnya, melansir dari Morgan Stanley Strategists, view bearish terhadap saham-saham di China tampaknya mulai berakhir. Apalagi Goldman Sachs juga memberikan pandangan serupa mempertimbangkan kecanggihan perkembangan AI di China.
Upgrade yang dilakukan oleh MSCI terhadap China utamanya didorong oleh ekspektasi terjadi perbaikan ekonomi secara struktural sehingga dapat mendorong naiknya return on equity (ROE). Proyeksi tersebut berbanding terbalik dengan MSCI Indonesia yang malah di-downgrade dengan pertimbangan kondisi ekonomi yang cenderung melambat. Akibatnya, prospek ROE di Indonesia pun diperkirakan melemah.
Pasca kejatuhan sektor properti yang berpengaruh ~20% - 30% terhadap PDB China, kini sektor teknologi lah yang dianggap akan menjadi penyelamat ekonomi. Pasalnya, perkembangan berbagai teknologi mulai dari AI, Cloud Computing, 6G hingga Panel Surya mampu dikuasai China dalam waktu cepat.
Salah satu yang paling menonjol yakni kehadiran DeepSeek dengan kualitas tak kalah dari ChatGPT namun biaya investasi hanya 1/10 dari ChatGPT.
Selain itu, berbagai emiten China yang melantai di AS juga kompak melakukan aksi pembelian kembali (buyback) sehingga mampu mendongkrak kenaikan harga saham, misalnya :
Secara agregat, aksi buyback saham emiten di China mencatatkan rekor tertinggi pada semester I/2024 sebanyak 1.900 emiten dan total mencapai $130 miliar Yuan.
Selain perkembangan masif dari AI, Presiden Xi Jinping juga mengubah pendekatan dalam aturannya dari yang bersifat rectification menjadi revitalization. Keputusan ini meningkatkan kapabilitas perusahaan China khususnya AI.
Selain saham China, ternyata aset obligasi China juga menarik perhatian investor. Melansir dari Bloomberg, porsi obligasi China di FTSE Russell’s World Government Bond Index mengalami kenaikan. Hal inilah yang mendorong salah satu dari Japanese Funds, Tanaka ikut melakukan pembelian secara agresif sehingga mencatatkan kenaikan holdings sebesar 53%YoY.
Obligasi yang dibeli oleh Tanaka adalah yang berdurasi panjang. Tujuannya adalah untuk memanfaatkan penurunan yield ke depannya.
Namun demikian, salah satu risiko yang wajib diantisipasi adalah kondisi deflasi yang masih harus diatasi oleh China akibat perlambatan ekonomi.
Selain itu, risiko penurunan nilai tukar Yuan (devaluasi Yuan) juga harus dipertimbangkan investor.
Jika China memang konsisten dalam mengupayakan pemulihan ekonomi dan perkembangan di sektor teknologi hingga mencapai target pertumbuhan ekonomi 5% pada 2025F, maka investor dapat mempertimbangkan kesempatan untuk diversifikasi investasi ke emiten China yang melantai di US, antara lain :
ETF ini menginvestasikan setidaknya 80% dari total asetnya ke berbagai perusahaan terbesar di pasar ekuitas China yang diperdagangkan di Bursa Efek Hong Kong dan dapat diinvestasikan oleh investor internasional.
Berikut ini adalah Top 10 Holdings dari ETF FXI yang terlihat bahwa terdapat diversifikasi sektoral ke Consumer Cyclical, Retailer hingga Industrial. Sementara itu, dari segi performance, FXI berhasil cetak return sebesar 58,4% dalam setahun terakhir. Sementara itu, jika ditarik dalam 20Y terakhir (sejak 2005), return yang dihasilkan yakni 115,3% dengan rata2 dividen yield sebesar 3%.
Beli Ishare China Large-Cap ETF Di Sini!
Selain ETF, investor juga bisa mempertimbangkan untuk berinvestasi langsung ke beberapa saham individual untuk memaksimalkan kinerja. Kalau mempertimbangkan bahwa China akan kembali memaksimalkan aktivitas konsumsi serta meningkatkan investasi ke sektor teknologi, maka beberapa sektor yang berpotensi diuntungkan antara lain :
Jadi, mana sektor yang akan kalian lirik? Apapun itu, jangan lupa untuk selalu DYOR ya!
Pius Bagas H
Pius Bagas H
Bagikan artikel ini