Pluang+

Biaya

Blog

Tentang Kami

Inovasi dan kemudahan adalah misi kami, lihat kisahnya di sini!

FAQ

Temukan semua jawaban tentang berinvestasi di Pluang

Kontak Kami

Kami dengan senang hati menjawab pertanyaanmu. Hubungi kami!

Karir

Bergabunglah dengan tim kami!

telegram
telegram
  • facebook_logo
  • instagram_logo
  • twitter_logo
  • youtube_logo
  • telelgram_logo
  • linkedin_logo
  • tiktok_logo
app_logo
BlogIcon
Blog
Berita & AnalisisAkademiEventKamusTips & Trik InvestasiPromo
bookmark
Bookmark
Bagikan

Memahami 4 Indikator Teknikal Lain: MACD, BOLL, OBV, & MFI

Waktu baca: 7 menit

Tags
Memahami 4 Indikator Teknikal Lain: MACD, BOLL, OBV, & MFI

Sobat Cuan sudah mempelajari dua indikator teknikal utama, yakni Moving Average dan Oscillator, beserta turunannya. Namun, ragam jenis indikator teknikal lainnya ternyata masih banyak lagi. Nah, di artikel ini, kamu bisa mempelajari empat indikator teknikal lain yang umum digunakan investor untuk trading. Keempat indikator tersebut terdiri dari Moving Average Convergence Divergence (MACD), Bollinger Band (BOLL), On Balance Volume (OBV), dan Money Flow Index (MFI).

1. Moving Average Convergence Divergence (MACD)

MACD adalah salah satu aplikasi penting dari pemanfaatan indikator Moving Average. Indikator ini memberikan petunjuk bagi investor untuk melakukan aksi jual dan beli dengan melihat data pergerakan harga aset dalam satu jangka waktu tertentu.

Pelaku pasar menghitung MACD dengan mengurangi Exponential Moving Average (EMA) dalam kurun 12 sesi (12-periods) dengan EMA dengan kerangka waktu 26 sesi (26-periods).

Kemudian, mereka juga menambahkan satu garis tambahan yang disebut garis sinyal di satu grafik yang sama. Yakni, garis yang diturunkan dari EMA dengan kerangka waktu sembilan sesi (9-periods) yang berfungsi sebagai pemantik keputusan beli atau jual.

Ketika tren harga menunjukkan penguatan, sinyal beli muncul ketika garis MACD melintang ke atas garis sinyal yang kemudian diikuti oleh koreksi harga singkat. Sobat Cuan bisa melihat contohnya pada grafik MACD Bitcoin (BTC) di bawah ini.

Garis biru pada grafik di atas menunjukkan garis MACD, sementara garis merah menunjukkan garis sinyal. Sobat Cuan bisa melihat bahwa konfirmasi atas tren bullish terjadi ketika garis MACD bergerak ke atas melintasi garis sinyal. Setelah titik ini, kamu bisa berharap bahwa harga Bitcoin akan terus menguat setelahnya, sehingga kamu bisa melancarkan aksi jual.

Di sisi lain, ketika tren harga menunjukkan pelemahan (downtrend), sinyal jual terjadi jika garis MACD bergerak ke bawah dan melintasi garis sinyal, yang kemudian diikuti penguatan singkat harga aset. Sebab, biasanya pelemahan harga aset akan terjadi setelah garis MACD dan garis sinyal bertabrakan. Sobat Cuan bisa melihat contohnya pada grafik berikut!

Lebih lanjut, Sobat Cuan bisa melihat balok-balok berwarna merah dan hijau di atas, bukan? Nah, rangkaian balok-balok tersebut dikenal sebagai MACD Histogram, yang merupakan representasi visual dari perbedaan antara nilai MACD dan EMA dalam kurun sembilan sesi (9-periods).

Histogram tersebut akan bernilai positif, alias berwarna hijau, jika nilai MACD lebih besar dari EMA 9-periods. Begitu pun sebaliknya, nilainya akan negatif jika nilai MACD lebih kecil dari EMA 9-periods.

Jika harga aset tengah menanjak, maka histogram tersebut akan tumbuh membesar mengikuti kencangnya laju pergerakan harga aset. Namun, ukuran histogram itu akan semakin susut seiring melambatnya laju kecepatan pergerakan harganya. Konsep yang serupa juga diterapkan ketika harga aset tengah jeblok.

2. Bollinger Bands (BOLL)

Bollinger Bands terdiri dari tiga garis, yakni garis atas, tengah, dan bawah, yang melintang secara berbarengan. Pelaku pasar biasanya membaca posisi ketiga garis ini untuk menangkap tren dan potensi level harga terendah dan tertinggi yang mungkin akan terjadi di masa depan.

Garis tengah Bollinger Bands adalah Moving Average, di mana parameternya bisa disesuaikan masing-masing sesuai keinginan trader. Namun umumnya, trader menggunakan Exponential Moving Average selama 20 hari terakhir (20-day). Setelahnya, pelaku pasar bisa menempatkan dua garis tambahan tepat di atas dan di bawah garis Moving Average tersebut.

Dalam menggunakan indikator Bollinger Bands, trader menentukan sendiri nilai standar deviasi untuk mengatur kekuatan volatilitas harga yang diinginkan. Nilai standar deviasi tersebut kemudian akan menentukan ukuran jarak antara si garis tengah dengan garis atas dan garis bawahnya. Nah, ukuran jarak inilah yang akan memberi informasi kepada pelaku pasar tentang kekuatan tren harga plus nilai harga tertinggi dan terendah di masa depan.

Sobat Cuan bisa menengok contohnya di grafik Bollinger Bands BTC/USD berikut!

Pendekatan umum yang dilakukan pelaku pasar saat menggunakan Bollinger Bands adalah menentukan kondisi jenuh jual (oversold) atau jenuh beli (overbought).

Ketika harga sebuah aset menembus garis bawah Bollinger Bands, maka ada kemungkinan bahwa harga aset telah anjlok terlalu dalam sehingga ia akan memantul kembali setelahnya.

Di sisi lain, ketika harga aset menembus garis atas Bollinger Bands, maka ada kemungkinan bahwa aset tersebut mengalami kondisi overbought dan bisa bikin harga aset berujung ke pelemahan. Hanya saja, kondisi tersebut bisa berjalan jika harga mengalami mean reversion. Yakni, sebuah asumsi di mana harga aset suatu saat pasti akan kembali ke harga reratanya setelah pergerakannya menyimpang dari harga reratanya dalam satu jangka waktu tertentu.

Kamu bisa melihat contohnya di grafik BTC/USD berikut, yang menunjukkan bahwa harga BTC akan kembali ke garis tengah Bollinger Bands setelah menembus garis atas dan garis bawahnya.

Di samping itu, pelaku pasar juga menggunakan strategi Bollinger Bands untuk mengidentifikasi terobosan harga (breakouts). Breakout adalah sebuah periode di mana harga aset tiba-tiba bergerak ke arah apapun setelah terkonsolidasi.

Namun terkadang, investor sulit mengenal arah harga aset setelah terjadinya breakout. Sehingga, mereka harus memanfaatkan beberapa indikator teknikal tersebut untuk memprediksinya, salah satunya adalah dengan Bollinger Bands.

Sebagai contoh, jika jarak antara garis-garis Bollinger Bands semakin menyempit dan pelemahan harga terjadi setelahnya, maka ada kemungkinan bahwa breakout yang bersifat bearish akan terjadi. Kondisi itu dicontohkan pada grafik BTC/USD dengan rentang 15 menit berikut!

Grafik di atas menunjukkan bahwa jarak garis-garis Bollinger Bands makin menyempit di area yang diberi keterangan "Squeeze". Posisi squeeze sendiri hadir setelah harga aset terlihat menanjak (uptrend) beberapa waktu sebelumnya.

Namun, tiba-tiba terdapat satu candlestick merah yang timbul di ujung area squeeze. Nah, pada posisi ini, pelaku pasar harus mengantisipasi hadirnya breakout yang mengarah ke pelemahan harga setelahnya.

3. On Balance Volume (OBV)

On Balance Volume (OBV) adalah indikator volume yang biasa digunakan investor untuk menerka pergerakan harga yang besar di masa mendatang.

Indikator ini berisikan akumulasi atas kalkulasi antara tekanan beli dan jual. Konsep sederhananya, investor tinggal menjumlahkan akumulasi volume perdagangan saat harga penutupan sebuah aset sedang naik menguranginya dengan total volume perdagangan saat harga penutupannya turun.

Nilai OBV sejatinya tidak begitu penting bagi investor. Namun, mereka bisa membaca tingkat pergerakan di dalam OBV sebagai inspirasi untuk menentukan keputusan dalam trading. Misalnya, jika OBV bergerak satu arah saja, maka ada kemungkinan pergerakan harga yang besar akan hadir mengikuti alur tren saat ini.

Tren penguatan harga biasanya terjadi jika pergerakan harga aset dan OBV sama-sama menciptakan titik puncak dan titik "lembah" tertinggi terbarunya. Namun, ketika harga aset dan OBV kompak membentuk titik puncak dan titik "lembah" terbarunya, maka tren harga aset akan terus melemah.

Sobat Cuan bisa menengok contohnya di grafik candlestick dan OBV dari BTC/USD antara Mei hingga Juni 2019 berikut. Karena pergerakan OBV meningkat mengikuti harga BTC, maka kamu bisa menganggap bahwa tren peningkatan harga ini terbilang "sehat".

Ketika harga aset terus menciptakan puncak terbarunya sementara garis OBV gagal menciptakan titik tertinggi terbarunya, maka tren penguatan harga aset kemungkinan akan melemah. Nah, dalam konteks OBV, kondisi itu bisa disebut sebagai divergensi negatif (negative divergence).

Kamu bisa menengok contoh negative divergence di grafik BTC/USD berikut.

Gambar di atas menerangkan bahwa harga BTC terus-terusan menciptakan puncak terbarunya, namun OBV terlihat terus melandai. Dengan demikian, kamu bisa menganggap bahwa aksi beli trader di pasar tidak cukup kuat untuk menopang loncatan harga yang lebih tinggi ke depan. Sehingga, ada kemungkinan tren harga akan berubah dari menguat ke melemah.

Begitu pun sebaliknya. Jika harga aset terus menciptakan "lembah" terbarunya sementara arah OBV malah terlihat sebaliknya, maka ada kemungkinan tren pelemahan harga aset akan berakhir. Kondisi tersebut umum disebut sebagai divergensi positif (positive divergence), seperti terlihat di grafik BTC/USD berikut!

Grafik tersebut memperlihatkan bahwa arah pergerakan OBV berseberangan dengan harga BTC yang terus melandai. Dalam posisi ini, kamu bisa berasumsi bahwa aksi jual investor tak cukup kuat untuk bikin harga terus melemah, sehingga harga BTC kemungkinan akan kembali tokcer.

4. Money Flow Index (MFI)

The Money Flow Index (MFI) adalah indikator teknikal oscillator yang menggunakan data harga dan volume untuk menentukan kondisi overbought atau oversold sebuah aset. Indikator ini juga bisa digunakan untuk mencari divergensi, sehingga pelaku pasar bisa waspada terhadap perubahan harga aset.

Sama seperti indikator RSI, indikator MFI digambarkan dalam bentuk garis yang bergerak antara nilai 0 hingga 100. Namun bedanya, MFI mengikutsertakan data harga aset dan volume sementara RSI hanya mempertimbangan data harga semata.

Cara membaca MFI pun mirip dengan RSI. Posisi ovebought terjadi jika garis MFI melintang di atas nilai 80, sementara posisi oversold terjadi ketika garis MFI "berenang" di bawah angka 20. Tetapi terkadang, pelaku pasar menggunakan angka 90 dan 10 masing-masing sebagai ambang batas overbought dan oversold.

Sobat Cuan bisa melihat contohnya di garis MFI BTC/USD untuk periode 1 hari berikut, yang menggunakan angka 80 sebagai ambang batas overbought dan 20 untuk oversold.

Dari grafik di atas, kamu bisa melihat bahwa tren harga berubah setelah MFI menyentuh zona overbought atau oversold.

Kegunaan MFI pun benar-benar ibarat pinang dibelah dua dengan RSI. Sebab, trader juga bisa menggunakan MFI untuk menentukan divergensi bullish dan divergensi bearish.

Namun, pelaku pasar biasanya lebih selera menentukan kedua divergensi tersebut menggunakan MFI karena dianggap lebih akurat. Hal ini lantaran MFI mengikutsertakan data volume perdagangan untuk memperjelas perbedaan antara kekuatan tren harga aset yang sebenarnya dan persepsi pelaku pasar atas harga aset saat ini.

Namun, bukan berarti indikator MFI lebih baik dibanding RSI. Sebab, masing-masing dari mereka hanya mengikutsertakan elemen yang berbeda ke dalam kalkulasinya. Pada akhirnya, masing-masing MFI dan RSI bisa saja mampu memberikan sinyal yang sama-sama kuat di waktu yang sama.

Divergensi bullish terjadi jika garis MFI menyentuh zona oversold dan kemudian membentuk nilai terendah baru yang lebih tinggi. Namun, di saat yang bersamaan, harga aset ternyata terus mencetak harga terendah baru yang lebih dalam dibanding sebelumnya. Kamu bisa memperhatikan contohnya di garis MFI BTC/USD berikut.

Grafik di atas menunjukkan bahwa titik terendah MFI terus meningkat kala harga BTC terus terjatuh. Pada posisi ini, kamu bisa menganggap bahwa semakin sedikit pelaku pasar yang melakukan aksi jual BTC dan kekuatan aksi beli perlahan-lahan akan semakin kuat dibanding kekuatan aksi jual. Alhasil, pelemahan harga akan terhenti dan tren harga aset pun akan menguat setelahnya.

Di sisi lain, divergensi bearish terjadi jika garis MFI menyentuh zona overbought dan kemudian membentuk nilai tertinggi baru yang lebih tinggi. Namun, di saat yang bersamaan, harga aset ternyata terus mencetak harga tertinggi baru yang lebih kuat dibanding sebelumnya, seperti terlihat pada garis MFI BTC/USD periode lima menit berikut!

Gambar di atas menunjukkan bahwa harga BTC terus mencetak titik puncak terbarunya meski garis MFI terlihat terus melandai. Artinya, kekuatan beli trader di pasar bakal tidak cukup untuk menopang tren penguatan harga, sehingga tren harga BTC kemungkinan akan berbalik melemah.

Bagikan

Apakah artikel ini bermanfaat?