Komunitas kripto selama ini menganggap platform Proof-of-Work selalu memiliki masalah skalabilitas transaksi yang kronis. Namun, terdapat satu platform Proof-of-Work bernama Kadena yang berupaya mendobrak stigma tersebut! Yuk, jelajahi jaringan Kadena di artikel berikut!
Kadena adalah jaringan blockchain lapis 1 dengan algoritma konsensus Proof-of-Work.
Berbeda dengan jaringan Proof-of-Work lain yang selalu didera masalah skalabilitas dan pemborosan energi, jaringan Kadena justru memiliki tingkat skalabilitas, atau kapasitas pemrosesan transaksi, yang sangat tinggi meski dengan penggunaan energi yang sangat efisien.
Kadena memperoleh keunggulan tersebut berkat arsitektur jaringan miliknya yang disebut Chainweb.
Secara sederhana, Chainweb adalah inovasi Kadena dalam "memecah-mecah" sebuah blockchain ke dalam beberapa keping (shards) data untuk kemudian disimpan di beberapa komputer (node) yang berbeda-beda. Melalui metode ini, Kadena bisa mengurangi beban komputasi jaringan dan memproses transaksi bervolume besar.
Dengan demikian, Kadena tetap menyimpan fungsi keamanan jaringan mumpuni yang didapat dari algoritma konsensus Proof-of-Work namun sekaligus mampu memiliki skalabilitas transaksi dan efisiensi energi di waktu yang sama. Keistimewaan tersebut sukses menarik minat perusahaan jasa keuangan, kesehatan, dan asuransi untuk memanfaatkan jaringan Kadena.
Di samping itu, Kadena juga memiliki jaringan blockchain lapisan kedua bernama Kuro, yakni sebuah jaringan yang memungkinkan penggunanya untuk bertransaksi secara privat. Kedua jaringan tersebut dibangun di atas bahasa pemrograman asli Kadena bernama Pact.
Untuk memahami cara kerja Kadena, Sobat Cuan juga perlu mengenal tiga komponen di dalam arsitektur jaringan Kadena yang terdiri dari Chainweb, Kuro, dan Pact. Yuk, kenalan lebih jauh dengan masing-masing komponen tersebut!
Chainweb adalah sebuah konstruksi teknologi blockchain yang menjadi keistimewaan jaringan Kadena. Melalui Chainweb, Kadena mampu melakukan dua kegiatan penting yang disebut sharding dan braiding di dalam jaringannya sehingga Kadena mampu memproses jaringan berskala tinggi namun dengan penggunaan energi yang terbatas.
Lebih uniknya lagi, proses sharding dan braiding ternyata tidak ditemui di dalam arsitektur jaringan berbasis Proof-of-Work lainnya. Namun pertanyaannya, apa sih arti proses sharding dan braiding?
Sharding merujuk pada proses "mencincang" satu blokchain menjadi beberapa jaringan berukuran lebih kecil. Masing-masing pecahan jaringan ini bisa beroperasi secara paralel meski saling terhubung satu sama lain. Nah, masing-masing pecahan jaringan tersebut kemudian disebut sebagai peer chain.
Sementara itu, braiding adalah mekanisme yang memungkinkan Kadena untuk menyimpan referensi dari blok transaksi sebelumnya yang terdapat di satu peer chain ke dalam satu blok transaksi baru yang terdapat di peer chain berbeda.
Supaya Sobat Cuan tidak bingung dalam memahami dua hal tersebut, mari simak ilustrasi berikut.
Dalam jaringan Proof-of-Work pada umumnya, skala transaksi yang bisa diproses jaringan sangat tergantung dengan jumlah blockchain-nya. Sebagai contoh, jika satu blockchain Bitcoin mampu memproses lima transaksi per detik, maka dua blockchain Bitcoin bisa memproses 10 transaksi per detik. Begitu pun seterusnya.
Namun melalui skema Chainweb, setiap tambahan blockchain wajib mengikutsertakan hash dari transaksi sebelumnya sekaligus hash dari transaksi sebelumnya yang berada di chain yang berbeda. Sehingga, tambahan chain baru menggunakan Chainweb akan memiliki kapasitas penyimpanan yang lebih besar dibanding blockchain lain pada umumnya.
Sayangnya, mekanisme tersebut memunculkan masalah baru. Ternyata, kapasitas penyimpanan data Kadena tentu akan cepat habis jika masing-masing chain menyimpan hash yang berasal dari chain lainnya. Jika itu terjadi, maka kapasitas pemrosesan transaksi Kadena bakal bersifat terbatas.
Situasi tersebut bisa diibaratkan seperti ilustrasi di bawah ini.
Nah, demi menghindari masalah terbatasnya kapasitas penyimpanan, Kadena pun memangkas beberapa "hubungan" antara satu chain dengan beberapa chain lainnya.
Memang, sebagai hasilnya, satu chain belum pasti akan berhubungan langsung dengan chain lainnya. Namun, masing-masing di antara mereka pasti ujungnya akan saling berhubungan lantaran semua chain tersebut tetap saling terkoneksi meski harus melalui chain perantara terlebih dulu, seperti yang tercermin di ilustrasi berikut.
Hanya saja, skema ini juga tak lepas dari permasalahan baru. Meski skalabilitas transaksi di jaringan kini terbilang mantap, namun waktu tunggu pemrosesan transaksi sekarang menjadi lebih lama lantaran verifikasi transaksi harus dioper dari chain pertama hingga terakhir, seperti yang tercermin dari gambar di atas.
Hal ini tidak akan menjadi masalah jika hanya ada lima chain di jaringan. Namun, perkara itu bisa berubah jadi sakit kronis jika terdapat 100 chain di jaringan tersebut. Alhasil, jika Kadena terus membiarkan kondisi seperti demikian, maka jaringan akan mengalami kemacetan dan membubungkan biaya transaksi.
Nah, demi menghindari masalah tersebut, Kadena pun menambah tambahan chain sebagai "jalan pintas" bagi chain pertama untuk menyerahkan proses transaksinya ke chain-chain berikutnya. Harapannya, Kadena bisa memproses transaksi berjumlah jumbo dengan durasi yang lebih cepat.
Kondisi tersebut tercermin jelas dari ilustrasi berikut yang menggambarkan arsitektur awal jaringan Kadena di awal peluncurannya berisikan 10 chain.
Kemudian, pada 20 Agustus 2020, jaringan Kadena melakukan fork sehingga chain yang berpartisipasi di dalam Chainweb bertambah dari 10 menjadi 20 chain, seperti tergambar dalam bagan berikut.
Selain mengembangkan jaringan utamanya, Kadena juga mengembangkan jaringan blockchain lapis dua yang disebut sebagai Kuro. Kadena diketahui mengembangkan Kuro sebelum meluncurkan platform smart contract publiknya.
Melalui Kuro, penggunanya bisa melakukan 8.000 transaksi per detik yang diproses oleh 500 node, sehingga teknologi ini sangat cocok dimanfaatkan oleh badan usaha atau entitas bisnis berskala besar yang membutuhkan transaksi privat berskala jumbo.
Adapun keunggulan yang dimiliki Kuro dibanding blockchain privat lainnya antara lain terdiri dari:
Salah satu perusahaan yang menggunakan teknologi Kuro adalah perusahaan rintisan di bidang aplikasi jasa kesehatan bernama Rymedi, yang memanfaatkan Kuro untuk mengumpulkan data-data terkait produk kesehatan menggunakan teknologi blockchain.
Pact adalah bahasa smart contract yang khusus digunakan dan dikembangkan oleh jaringan Kadena. Dengan demikian, baik Chainweb maupun Kuro dibangun berdasarkan bahasa pemrograman tersebut.
Pact didesain untuk memperbaiki kecacatan yang terdapat di bahasa pemrograman Ethereum, Solidity, khususnya masalah kerentanan terhadap serangan-serangan siber.
Adapun keistimewaan Pact dibanding bahasa pemrograman blockchain lain adalah
Sama seperti jaringan blockchain lainnya, Kadena pun memiliki kelebihan dan kelemahannya tersendiri seperti berikut!
Jaringan Kadena memiliki satu token utilitas asli bernama KDA yang memiliki tiga fungsi utama, yakni sebagai rewards bagi penambang, alat pembayaran biaya transaksi dan daya komputasi di jaringan Kadena, dan sebagai surat suara bagi anggota komunitas Kadena untuk menentukan masa depan jaringan ke depan.
Adapun alokasi distribusi KDA tergambar dalam bagan berikut.
Secara keseluruhan, KDA memiliki total suplai sekitar 1 miliar keping yang dirilis KDA secara bertahap.
Sesuai gambar di atas, mayoritas atau 70% dari total suplai KDA dialokasikan sebagai rewards bagi penambang. Rencananya, seluruh KDA dari aktivitas tersebut akan habis ditambang dalam kurun 120 tahun mendatang.
Kemudian, alokasi KDA terbanyak kedua akan ditujukan bagi cadangan platform (platform reserve), yakni sebuah wadah himpunan dana yang dibangun Kadena.
Sekadar informasi, Kadena membangun platform reserve untuk membayar hal-hal yang berkaitan dengan operasional proyek Kadena seperti asuransi, verifikasi smart contract, sumber dana bagi refund biaya transaksi, dan sumber pembiayaan utama bagi proyek-proyek baru Kadena ke depan.
Lebih lanjut, sebanyak 6% dan 3% dari total pasokan KDA didistribusikan masing-masing kepada investor Kadena dan pihak-pihak yang membantu peluncuran proyek Kadena.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Kadena memang masih memiliki ekosistem yang mini. Kendati demikian, bukan berarti isi ekosistem Kadena terbilang membosankan. Ternyata, meski baru berusia seumur jagung, ekosistem Kadena memiliki beberapa proyek-proyek yang terbilang menarik seperti berikut.
Dalam kancah blockchain, Kadena merupakan salah satu blockchain pertama yang memperkenalkan konsep "pom bensin" (gas station) kripto. Gas Stations sendiri merupakan rekening yang digunakan untuk membayar refund atas biaya yang dikeluarkan penggunanya ketika mengeksekusi smart contract.
Kadena mencetuskan ide ini agar penggunanya bisa menggunakan aplikasi terdesentralisasi di jaringan Kadena tanpa harus menukarkan aset kriptonya dengan KDA terlebih dulu.
Jaringan Kadena juga memiliki organisasi otonom terdesentralisasi (DAO) bernama Dao.init. Organisasi ini diharapkan akan mengambil peranan besar dalam mendukung aspek desentralisasi Kadena ke depan seiring perkembangan ekosistem jaringan.
DAO tersebut memiliki dua tujuan utama. Pertama, organisasi ini memungkinkan komunitas Kadena untuk menyampaikan aspirasi terkait perkembangan ekosistem Kadena ke depan. Kedua, DAO tersebut bisa menjadi wadah terciptanya proses desentralisasi ketika Kadena berencana menambah fitur baru di masa depan.
Kaddex adalah platform exchange terdesentralisasi yang urusan tata kelolanya dilakukan oleh sebuah DAO tersendiri. Kaddex juga memiliki token tersendiri bernama KDX yang berfungsi baik sebagai token tata kelola dan utilitas di platform tersebut.
Bagikan artikel ini