Menjelang tenggat 1 Agustus 2025, Presiden AS Donald Trump mencapai kesepakatan penting dengan Uni Eropa berupa tarif tunggal 15% untuk menghindari perang dagang, disertai komitmen investasi Eropa senilai US$1,35 triliun ke sektor energi dan manufaktur AS. Sementara itu, pembicaraan dengan Tiongkok terus berlanjut menjelang berakhirnya gencatan tarif 12 Agustus, dengan fokus pada isu subsidi dan perlindungan kekayaan intelektual. Jepang dan Korea Selatan menyesuaikan strategi perdagangan untuk mempertahankan akses pasar AS, sedangkan India dan Brasil menyuarakan kehati-hatian atas potensi dampak pada sektor domestik mereka. Pasar global merespons positif, dengan indeks saham AS dan harga Bitcoin menguat, namun para analis memperingatkan bahwa skema tarif baru ini bisa memperdalam fragmentasi ekonomi global jika negara-negara mulai membentuk blok dagang eksklusif sebagai respons. Simak berita lengkapnya dibawah ini!
Menjelang batas waktu 1 Agustus 2025, Presiden Donald Trump mengguncang peta perdagangan global dengan tekanan tarif terhadap mitra dagang utama. Salah satu titik terang muncul dari kesepakatan dengan Uni Eropa, di mana kedua pihak akhirnya menyetujui tarif tunggal 15% untuk sebagian besar barang Eropa yang diimpor ke Amerika Serikat. Kesepakatan ini dianggap sebagai langkah kompromi yang mencegah penerapan tarif agresif sebesar 30% yang sebelumnya diancam oleh Trump, dan sebagai gantinya, Uni Eropa sepakat untuk membuka pasar lebih besar bagi produk-produk pertanian, energi, dan teknologi AS.
Kesepakatan ini diperkuat dengan komitmen investasi Uni Eropa ke sektor energi AS senilai US$750 miliar serta kesediaan untuk menanamkan tambahan US$600 miliar dalam infrastruktur dan manufaktur tinggi AS selama lima tahun ke depan. Trump menyatakan bahwa kesepakatan ini "menguntungkan Amerika tanpa sepenuhnya menghancurkan hubungan trans-Atlantik." Namun, pejabat Uni Eropa menegaskan bahwa kesepakatan hanya akan berjalan jika tidak ada tarif tambahan sepihak setelah Agustus. Sejumlah negara anggota UE, seperti Jerman dan Prancis, menyuarakan kekhawatiran atas dominasi AS dalam negosiasi ini, namun menyambut baik stabilitas jangka pendek.
Sementara itu, hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok tetap berada dalam ketidakpastian. Dengan perjanjian gencatan tarif yang berlaku hingga 12 Agustus, kedua pihak dikabarkan akan memperpanjang masa negosiasi. AS menuntut pengurangan praktik subsidi industri oleh Tiongkok dan perlindungan kekayaan intelektual, sementara Tiongkok bersikeras bahwa AS harus membatalkan tarif tambahan terhadap barang teknologi dan otomotif. Sejumlah pejabat AS menyebut bahwa “kemajuan teknis” telah dicapai, namun belum ada pengumuman resmi mengenai kesepakatan penuh.
Negara-negara di Asia lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan juga merespons dinamika ini dengan memacu perjanjian dagang bilateral mereka dengan AS. Jepang menyatakan kesiapan untuk menyesuaikan tarif otomotif dan semikonduktor bila diminta, demi menjaga akses pasar ekspor ke AS tetap terbuka. Korea Selatan, di sisi lain, sedang menjajaki skema "tarif terarah" khusus untuk ekspor energi terbarukan dan baterai EV ke AS, yang dapat memperoleh tarif preferensial dalam kerangka keamanan energi bersama.
Di kawasan Amerika Latin, negara seperti Meksiko dan Brasil menghadapi tekanan tak langsung dari dinamika tarif baru ini. Meksiko, sebagai negara mitra dalam USMCA, menyampaikan keprihatinan bahwa insentif investasi Eropa di AS dapat mengalihkan peluang investasi dari negara-negara berkembang. Brasil, yang sebelumnya diincar AS untuk kerja sama sektor pertanian, menyuarakan harapan agar tetap mendapat akses pasar bebas tarif untuk komoditas seperti kedelai, daging sapi, dan bioetanol.
India, sebagai ekonomi berkembang besar lainnya, menyampaikan sikap hati-hati namun siap membuka diskusi tarif bilateral dengan AS, khususnya di sektor farmasi dan teknologi informasi. Pemerintah India juga menekankan bahwa mereka tidak akan menandatangani kesepakatan yang mengorbankan kepentingan petani dan UMKM domestik.
Dampak dari seluruh dinamika ini terasa langsung di pasar keuangan global. Indeks saham utama AS seperti Dow Jones, Nasdaq, dan S&P 500 menguat setelah kesepakatan AS–UE diumumkan. Aset kripto seperti Bitcoin sempat melonjak ke atas US$119.000, sementara itu Ethereum dan BNB mencetak kenaikan serupa dalam hitungan menit setelah berita tersebar. Kapitalisasi total pasar kripto melonjak sekitar 3% dalam 24 jam, dengan volume perdagangan meningkat tajam.
Fundstrat melihat kesepakatan ini sebagai penghilang risiko makro besar, membuka ruang untuk aset berisiko seperti Bitcoin menerima aliran modal dari investor institusional. Sementara itu, stablecoin di bursa menguat kembali setelah sempat turun, sebagai indikasi bahwa trader bersiap memindahkan likuiditas ke aset kripto utama. Lonjakan nilai total dana di DeFi dan TVL yang naik menunjukkan potensi rotasi modal dari stablecoin ke altcoin.
Selanjutnya, dengan adanya kesepakatan tarif ini menunjukkan sentimen investor terhadap meredanya risiko geopolitik. Harga komoditas seperti minyak dan tembaga juga naik tipis, mengindikasikan ekspektasi meningkatnya arus perdagangan global dan aktivitas manufaktur.
Namun, sejumlah analis memperingatkan bahwa meski ketegangan berhasil diredakan untuk sementara, struktur tarif baru ini berpotensi menciptakan ketimpangan jangka panjang dan pemisahan blok ekonomi. Jika kesepakatan AS–UE memicu pola tarif eksklusif, negara-negara lain mungkin terdorong membentuk koalisi dagang tandingan, memperkuat fragmentasi ekonomi global.
Download aplikasi Pluang untuk investasi di 1000+ pilihan aset yang mencakup Saham AS & ETF, Options Trading untuk Saham AS & ETF, Aset Crypto, Crypto Futures, Emas, dan juga puluhan produk Reksa Dana, semua mulai dari Rp10.000 saja! Di Pluang, kamu bisa melakukan diversifikasi aset dengan mudah dan aman karena Pluang sudah bekerja sama dengan mitra-mitra tepercaya yang memiliki izin dan diawasi oleh lembaga pemerintah terkait. Yuk, download dan investasi di aplikasi Pluang sekarang!
Marcella Kusuma
Marcella Kusuma
Bagikan artikel ini